PENDEKATAN FILOLOGI DALAM STUDI ISLAM
PENDAHULUAN
Sudah berabad abad ilmu pengetahuan mengalami banyak perubahan dan
perkembangan. Perkembangan zaman yang sangat pesat membuat penguna media
semakin meningkat. Sudah berabad abad pula bangsa indonesia ini memeluk agama
Islam. Suatu agama yang mempunyai peradaban yang sangat luar biasa. Peradaban
yang diwariskan salah satunya yaitu berupa manuscript (teks kuno) yang berisi
tentang teks keislaman yang sangat berharga. Dengan kemajuan zaman ini banyak
manuscript yang terlupakan. Sulitnya mencari referensi juga menjadi salah satu
terhambatnya mendalami teks kuno atau manuscript.[1]
Untuk menindak lanjuti hal ini diperlukan referensi yang memadai dan perlu
adanya pendekatan filologi.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak pulau, bahasa dan
beraneka ragam seni dan budaya. Salah satu produk keberagaman di Indonesia
adalah naskah kuno atau biasa disebut dengan manuscript. Banyak diantara
orang-orang terdahulu membuat teks teks untuk kepentingan umum. Mulai dari
kalangan atas dan kalangan bawah. Dengan adanya naskah kuno ini, sejarah
sejarah peradaban dapat di ketahuinya dan dapat terungkap.[2]
Maka dari itu khazanah peninggalan berupa naskah kuno begitu sangat penting
dalam kajian keilmuan peradaban, baik peradaban islam atau selainnya.
Ribuan naskah yang telah dibuat oleh orang orang sangatlah
disayangkan jika tidak ada yang menkajinya. Naskah kuno ini bisa dijadikan
sumber untuk kajian dalam mempelajari kebudayaan yang bersangkutan. Hal ini,
karena suatu kaum dapat dilihat dari karya yang dibuatnya. Di nusantara
sendiri, masih sangat banyak. Hal ini di buktikan dengan banyaknya keanekaragaman
aspek kehidupan. Misalnya masalah sosial, agama, ekonomi, budaya, politik,
bahasa dan sastra. Apabila dilihat dari masalah tersebut isinya mengacu pada
sifat-sifat historis, didaktis, relegius dan belletri.[3]
Bagi sebagian kalangan di Indonesia, filologi memang tidak setenar
sosiologi, antropologi, ekonomi, atau kedokteran. Filologi masih terlalu asing
terdengar ditelinga sebagian besar orang. Padahal di Eropa khusunya, tradisi
keilmuwan filologi sudah lama mengakar.[4] Filologi
merupakan suatu kajian yang bertugas menelaah dan mengkaji suatu teks teks
terdahulu. Cabang ilmu ini memang belum begitu familiar di kalangan masyarakat.
Karya karya tulisan jaman dahulu banyak yang terabaikan akibat dari kurangnya
pengetahuan di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat islam. Oleh karena
itu, perlu pengetahuan mendalam tentang kajian filologi supaya dapat menjadi
awal untuk menkaji karya karya kuno dengan lebih maksimal.
Agama islam pada perkembanganya selalu mempengaruhi kehidupan
manusia seperti kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Selain itu islam memiliki
banyak dimensi diantaranya dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik,
tegnologi, sejarah, sampai pada kehidupan rumah tangga dan masih banyak lagi. Dimensi
ajaran islam tersebut diperlukan berbagai pendekatan yang dieksplorasi dari
berbagai disiplin ilmu dan didalam Al-Qur’an yang merupakan sumber pokok ajaran
islam ditemukan beberapa ilmu yang dijelaskan secara global dan hadis yang
menjelaskan tentang spesifikasi ilmu.[5]
Meminjam terminology hukum islam, memikirkan filologi adalah ibarat
fadhu kifayah, yakni sebuah kewajiban yang tidak harus ditanggung oleh setiap
individu, tapi ketika tidak ada satupun individu yang memikirkanya,
konsekuensinya akan berdampak pada kepentingan semua orang, karena filologi berurusan
dengan pelestarian warisan budaya berupa naskah tulis tangan, yang pada
dasarnya milik semua warga Negara.[6]
Agar dapat mengetahui pendekatan filologi yang digunakan untuk
mengkaji studi islam dalam materi ini bukan sebuah uraian melainkan sebuah hanya
sebagai dari macam pendekatan yang digunakan untuk mengkaji islam ditinjau dari
pendekatan teks studi islam.
PEMBAHASAN
A.
Makna
Pendekatan Filologi
1.
Pengertian
Filologi
Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu kata “philos”
yang berarti ‘cinta’ dan “logos” yang berarti ‘pembicaraan’, ‘kata’ atau
‘ilmu’. Pada kata “filologi” kedua kata itu secara harfiyah membentuk arti
“cinta kata-kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi
“senang belajar”, “senang kepada ilmu” atau “senang kebudayaan”, hingga dalam
perkembangannya sekarang filologi identik dengan ‘senang kepada tulisan-tulisan
yang ‘bernilai tinggi’.[7]
Pada mulanya, istilah ”filologi (philologia)” lahir dan berkembang
di kawasan kerajaan Yunani, yaitu kota Iskandariyah. Pada saat itu filologi
diartikan sebagai suatu keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan
berupa tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya.[8]
Salah satu tujuan dari diadakannya pengkajian terhadap teks yang ada di dalam
naskah lama pada saat itu adalah untuk menemukan bentuk teks yang asli serta
untuk mengetahui maksud dari pengarangnya dengan jalan menyisihkan kesalahan-
kesalahan yang terdapat di dalamnya.
Dalam istilah, kata filologi mulai dipakai sekitar abad ke-3 SM
oleh sekelompok ilmuwan dari iskandariyah. Digunakan untuk menyebut keahlian
yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun
waktu berates-ratus tahun sebelumnya.[9]
Menurut Saputra, pengertian ”kata” pada ”cinta kepada kata” dapat diperluas
lagi menjadi bahasa dan berkembang lagi menjadi ”kebudayaan”, sehingga studi
filologi berarti studi tentang kebudayaan masa lalu melalui naskah dan teks.[10]
Sedangkan
secara terminology, filologi adalah pengetahuan tentang sastra-satra dalam arti
luas mencakup bidang bahasa sastra dan kebudayaan (nabilah lubis). Dalam bahasa
arab, filologi adalah ilmu “tahqiq al-Nushus”.[11]
Al-Zamarkasyi misalnya menyebutkan dalam kitab “Aasa al-Balagah” sebagai
berikut:
“Mentahqiq sebuah teks atau Nas, yaitu meliht sejauh mana hakikat
yang sesungguhnya yang terkandung dalam teks itu. Mengetahui suatu berita dan
menjadi yakin akan kebenaranya.”
Oleh sebab itu yang dimaksud dengan taĥqīq dalam bahasa ialah:
Pengetahuan yang sesungguhnya dan berarti juga mengetahui hakekat suatu
tulisan.[12]
Belakangan setelah aktivis mengkritisi teks berkembang, kata tahqiq dipakai
untuk menerjemahkan kata criticism (inggris) atau critique(Perancis). Untuk
itulah, dalam kamus bahasa arab modern, Hans Wehr memberikan beberapa definisi
tahqiq sebagai precise pronunciation, critical education, verification, dan
investigation.[13]
Dari penjelasan tersebut filologi dapat diartikan sebagai
investigasi ilmiah atas teks-teks tertulis (tangan), dengan menelusuri
sumbernya, keabsahan teksnya, karakteristiknya, serta sejarah lahir dan
penyebaranya. Menurut Abdussalam Harun sebuah teks yang telah melalui
penelitian filologis seharusnya bisa dianggap sebagai karya yang valid judul
dan pengarangnya (jika ada), serta bacaanya dianggap paling dekat dengan versi
yang pertama kali ditulis oleh sang pengarang.[14]
Dapat disimpulkan secara terminology filologi adalah metode
penelitian yang mempunyai karakteristik: 1) berobjek pada sebuah teks atau nash
mengenai sastra atau budaya. 2) bertujuan untuk mengetahui suatu berita dan
menjadi yakin akan kebenaranya, mengungkapkan makna teks dalam segi kebudayaan.
Melalui penggarapan naskah filologi, seorang filolog mengkaji teks
klasik dengan tujuan ingin mengetahui teks itu sesempurna mungkin dan
selanjutnya menempatkannya dalam konteks sejarah suatu bangsa. Dengan
mempelajari keadaan teks seperti sebagaimana adanya, maka teks dapat terungkap
dengan sempurna.[15]
Kajian filologi, khususnya naskah-naskah nusantara bertujuan untuk menyunting,
membahas serta menganalisa isinya, atau untuk kedua-duanya. Pada taraf awal
kajian terhadap naskah-naskah itu tertutama untuk tujuan penyuntingan.[16]
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
filologi merupakan salah satu disiplin ilmu atau keahlian yang mengkaji dan
mempelajari tentang hasil budaya dalam arti luas (bahasa, sejarah, sastra, dan
kebudayaan) yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau dengan tujuan
untuk mengungkapkan khazanah budaya serta perkembangan kerohanian suatu bangsa
dalam segi kebudayaannya dalam arti yang luas. Oleh karena itu, filologi dapat
digolongkan sebagai disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan untuk mengungkapkan
hasil budaya manusia pada masa lampau yang termuat di dalam naskah dan teks
lama.
2.
Faktor
Munculnya Filologi
Studi karya tulis masa lampau dilakukan karena adanya anggapan
bahwa dalam peninggalan aliran terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan
kehidupan sekrang. Ada beberapa faktor lahirnya Filologi sebagai berikut:[17]
a.
Munculnya
informasi tentang masa lampau didalam sejumlah karya tulisan
b.
Anggapan
adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau yang
dipandang relevan dengan kehidupan sekarang
c.
Kondisi
fisik yang substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang
d.
Faktor
sosial budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau
yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar sosial budaya pembacanya masa
kini
e.
Keperluan
untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat
Menurut Baroroh, faktor-faktor penyebab lahirnya filologi sebagai
disiplin ilmu adalah sebagai berikut.[18]
a.
Kondisi
fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang.
3.
Obyek,
Tujuan, dan Bentuk-bentuknya
a.
Objek
Filologi
1)
Naskah
Naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan
pemikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa pada masa lampau.[19]
Pendapat tersebut kemudian diperkuat dengan pendapat yang dinyatakan oleh
Suyami, yaitu naskah merupakan salah satu saksi dari suatu dunia berbudaya dan
tradisi peradaban yang menginformasikan budaya manusia pada masanya.[20] Naskah
juga didefinisikan sebagai karangan tulisan tangan baik asli maupun salinannya,
yang mengandung teks atau rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi
tertentu.[21]
Naskah-naskah yang menjadi objek material penelitian filologi
adalah berupa naskah tertulis pada kulit kayu, bamboo, lontar dan kertas. Ini
artinya bahwa perjanjian-perjanjian. Ukiran, tulisan dan batu nisan diluar
pembahasan filologi. Dan naskah-naskah itu dilihat sebagai hasil budaya cipta
rasa.[22] Obyek
kajian filologi mempunyai karakteristik naskah tercipta dari latar sosial
budaya yang sudah tidak ada lagi atau yang tidak sama dengan latar sosial
budaya masyarakat pembaca masa kini dan kondisinya sudah rusak.[23]
Menilik dari sangat banyaknya khazanah klasik yang ada di
Nusantara, merupakan sebuah pekerjaan besar untuk mentahqiq kitab-kitab
peninggalan ulama klasik tersebut.
2)
Teks
Teks adalah (1) naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang,
(2) kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, (3) bahan
tertulis untuk memberikan pelajaran, berpidato. Teks juga berarti kandungan
atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja.
Onions mendefinisikan teks sebagai rangkaian kata-kata yang
merupakan bacaan dengan isi tertentu. Pendapat lain diungkapkan oleh Istanti
bahwa teks adalah informasi-informasi yang terkandung di dalam naskah. Wahana
penyampaian teks dibagi menjadi 3 macam, yaitu: (1) teks lisan (tidak
tertulis), (2) teks naskah atau tulisan tangan, (3) teks cetakan.[24]
Oleh karena itu, teks menjadi bagian yang abstrak dari suatu
naskah. Teks hanya dapat dibayangkan saja dan dapat diketahui isinya jika sudah
dibaca. Isi dari teks adalah berupa ide-ide, informasi, pesan atau amanat yang
akan disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, sehingga pembaca bisa memahami
makna yang terkandung dalam teks tersebut kemudian dapat diaplikasikan. Dalam
teks nusantara dikatakan klasik ketika kondisi waktu dimana pengaruh eropa
belum masuk secara intensif.
b.
Tujuan
Filologi
melalui penggarapan naskah filologi, seorang filolog mengkaji teks
klasik dengan tujuan ingin mengetahu teks itu sesempurna mungkin dan
selanjutnya menempatkannya dalam konteks sejarah suatu bangsa. Dengan
mempelajari keadaan teks sebagaiman adanya , maka teks dapat terungkap secara
sempurna.
Secara rinci dapat dikatakan bahwa filologi mempunyi tujuan umum
dan tujuan khusus.
1)
Tujuan
umum
a)
Memahami
sejauh mana perkembangan suatu bangsa dilihat dari satranya.
b)
Memahami
makna dan fungsi teks bagi masyarakat penulisnya.
c)
Mengungkap
nilai-nilai budaya lama sebagai alternative pengembangan kebudayaan
2)
Tujuan
khusus
a)
Menyunting
sebuah teks yang dipandang dekat dengan teks asalnya
b)
Mengungkap
sejarah terjadinya teks dn sejarah perkembanganya
c)
Mengungkapkan
persepsi pembaca pada setiap kurun atau zaman penerimaanya.[25]
d)
Menyajikan
teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini, yaitu dalam bentuk
suntingan.[26]
Jika dilihat dari efektivitas fungsinya, metode ini dipergunakan
jika sumber data berupa naskah dan manuskrip. Ia dimaksudkan untuk
mendeskripsikan secara cermat pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam naskah
tersebut melalui analisis kosa kata yang digunakan, berikut nuansa-nusansa yang
ada didalamnya, sehingga dapat terhindar dari kesalahpahaman pemikiran.[27]
c.
Bentuk-bentuk
filologis dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1)
Tempat
penyimpanan naskah dan nomor kodeks
2)
Judul:
berdasarkan keterangan dalam teks oleh penulis pertama, atau berdasarkan
keterangan yang diberikan bukan oleh penulis pertama.
3)
Pengantar,
uraian pada bagian awal di luar isi teks: waktu mulai penulisan, alasan
penulisan, tujuan penulisan, nama diri penulis, harapan penulis, pujaan kepada
dewa atau Tuhan YME
4)
Penutup
uraian pada akhir diluar isi teks, waktu menyelesaikan penulisan, tempat
penulisan, alasan penulisan, tujuan penulisan, harapan penulis
5)
Tarikh
penyalinan, ditentukan berdasarkan pada (tempat, nama penyalin, dan pemrakarsa
penyalinan)
6)
Tujuan
penyalinan
7)
Keadaan,
jenis bahan naskah (lontar, bamboo, daluwang, kertas), tebal naskah, ukuran
naskah (panjangx lebarnaskah)
8)
Ukuran
teks (panjag x lebar teks), jumlah halaman teks
9)
Kelengkapan
teks (lengkap atau kurang, terputus atau hanya fragmen), jenis naskah
(piwulang, sejarah, dan sebagainya), dan sampul naskah (warna, bentuk, keadaan,
bahan, hiasan, jilidan)
10)
Isi
: satu atau kumpulan dari beberapa teks
11)
Penomoran
halaman, pembagian halaman naskah secara keseluruhan, letak dan jumlah halaman
teks yang menjadi subjek penelitian jika merupakan kodeks
12)
Tanda
air atau cap air dalam naskah
13)
Hiasan
atau gambar naskah (deskripsi warna, bentuk, goresan tinta, letak, dll)
14)
Penulisan
judul teks dalam naskah
15)
Jumlah
baris setiap halaman teks, bentuk teks (puisi atau prosa)
16)
Jenis
huruf (jawa, latin, dll), goresan (teal, tipis), ukuran (besar, kecil,sedang),
sikap (tegak, miring kekanan atau kekiri).
17)
Bentuk
huruf yang digunakan dalam teks.
18)
Yang
paling penting adalah Al-Qur’an dan hadist serta syair-syair.
Hasil deskripsi
ini akan memberikan gambaran mengenai keadan naskah secara jelas danterperinci.
Keadaan naskah ini dapat digunakan sebagai indicator awal dalam penentuan
naskah unggul, perunutan usia naskah, dan lain-lain.[28]
4.
Metode
dan langkah yang harus ditempuh untuk mengawali proses penelitian filologi.
a.
Metode
intuitif
Menyalin berulang kali naskah teks sehingga muncul beraneka ragam.
Di eropa barat teks diambil dari yang dipandang paling baik yaitu yang paling
tua lalu disalin lagi. Jika terjadi kesalahan segera dikoreksi dengan naskah
lain dengan pertimbangan akal sehat, dan pengetahuan bahasa maupun disiplin
ilmu yang menjadi pokok bahasan nskah. Metode ini bertahan sampai abad ke 19 M.
b.
Metode
Objektif
Mendekati teks asli melalui data-data naskah
c.
Metode
Landasan
Diterapkan apabila menurut tafsiran ada naskah yang lebih unggul
kualitasnya dari yang naskah lain. Ini diketahui dengan diadakan penelitian
cermat terhadap bahasa, kesastraan, sejarah, dan segala hal tentang teks.
d.
Metode
Analisis Struktur
Metode ini bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin keterkaitan
semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama mengahasilkan makna
menyeluruh.
Menurut A. Teeuw, tidak ada sebuah analisis yang diterapkan begitu
saja. Setiap karya memerlukan metode analisis yang sesuai dengan difat dan
strukturnya. Misal sajak berbeda dengan novel, dan cerita klasik berbeda juga
dengan teks sejarah.
e.
Metode
penelitian naskah tunggal
Apabila peneliti hanya menemukan satu naskah yang ingin diedit,
maka hanya ada dua pilihan, yaitu : mengandalkan edisi diplomatic dan edisi
standar.
5.
Langkah
untuk mengawali proses penelitian filologi antara lain:[29]
a.
Inventaris
Naskah
Yaitu menginventariskan naskah dengan judul yang sama dimanapun berada, didalam maupun di
Luar negeri. Naskah dapat dicari melalui katalog, perpustakaan-perpustakaan
besar yang menyimpan koleksi naskah, museum-museum, universitas, masjid, gereja
dan lain sebagainya.
b.
Deskripsi
identitas naskah yang meliputi aspek-aspek, antara lain:
1)
Judul
naskah
2)
Nomor
naskah/kode koleksi
3)
Nama
penyusun/pengarang
4)
Tarikh
penyusunan
5)
Tempat
penyusunan
6)
Nama
penyalin
7)
Bentuk
karangan
8)
Ukuran
(sampul, halaman)
9)
Jumlah
baris dalam halaman
10)
Penomoran
halaman
11)
Asal/riwayat
naskah
12)
Pemilk
naskah
13)
Keterangan/
penjelasan umum
Deskripsi diatas untuk menunjang pencarian suatu naskah apakah
benar atau tidak dalam menyusun suatu naskah supaya naskah tersebut tersusun secara
sistematis dalam penyusunan naskah tersebut.
c.
Pengelompokan
naskah dan perbandingan teks
Untuk pengelompokkan proses awal yang harus dilakukan oleh filolog
adalah mengadakan penelitian yang cukup mendalam sehingga akhirnya dapat
diketahui hubungan antar varian, perbedaan, persamaan, dan hubungan antara
naskah yang ada.
6.
Ilmu
bantu filologi
Filologi membutuhkan ilmu-ilmu bantu yang erat kaitanya dengan
bahasa dan beberapa ilmu pendukung baik dari ilmu sosial sampai agama.[30]
a.
Ilmu
linguistic: merupakan ilmu tentang bahasa. Hubunganya adalah dari objek
kajianya, bahasa. Ketika filologi mencari makna suatu teks maka linguistic
dibutuhkan sebagai upaya memaknai bahasa masa lampau dengan berbagai
keunikanya.
Kemudian
ada beberapa cabang linguistic seperti etimologi yang berfungsi mempelajari
asal muasal sejarah kata. Kedua sosiolinguistik yang menelaah korelasi dan
saling berpengaruhnya antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Ketiga,
stilistika ilmu yang mencermati gaya bahasa sastra agar filologi terbantu
mengetahu berapa usia teks
b.
Pengetahuan
bahasa-bahasa yang mempengaruhi bahasa teks
Seorang
filolog harus mengetahui bahasa yang sering terdapat dalam naskah kuno. Semisal
dalam ranah nusantara sering dipengaruhi oleh bahasa asing. seperti bahasa
Sansekerta dan Arab.
c.
Paleografi
Ilmu
yang membahas tentang tulisan-tulisan kuno. Juga membantu filologi dalam
menentukan waktu dan tempat terjadinya tulisan tersebut, juga memberikan titik
terang tentang siapa pengarang tulisan tersebut. Dan juga anatomi tulisan
seperti ukuran, bahan naskah, tinta, panjang dan jarak baris.
d.
Ilmu
sastra
Dalam peradaban
nusantara banyak sekali karya sastra seperti cerita pewayangan yang
menggambarkan kehidupan manusia dari khazanah agama islam. Dalam sastra ada 4
pendekatan
1)
Pendekatan
Mimetik: leih mengutamakan aspek-aspek referensial, acuan karya sastra,
kaitanya dengan dunia nyata.
2)
Pendekatan
pragmatic: mengutamakan pada respon atau pengaruh suatu teks terhadap pembaca
atau pendengar
3)
Pendekatan
ekspresif: menitikberatkan penulis karya sastra sebagai penciptanya yang
mengandung banyak arti didalam karyanya terutama dalam ekspresi dan emosi
pengarang.
4)
Pendekatan
objektif: yaitu dengan mengkaji naskah tersebut tanpa melihat asal muasal
naskah tersebut.
e.
Ilmu
agama
Para
filolog juga harus mengetahu seluk-beluk agama misalnya yang ada di Nusantara.
Seperti Hindu, Budha dan islam. Sehingga seorang filolog dapat mengkoneksikan
hubungan antara pengaruh agama dalam sebuah naskah.
f.
Sejarah
kebudayaan
Melalui
sejarah kebudayaan yang telah ada dan runtut secara historis. Kita dapat
mengetahui seberapa jauh kebudayaan yang tumbuh dan berkembang pada waktu itu.
Berbanding lurus dengan seberapa hebat karya yang mereka lahirkan
g.
Antropologi
Ilmu
tentang penyelidikan terhadap manusia dan kehidupanya. Akan membantu filologi
bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari adanya kebudayaan. Dan juga
digunakan untuk mengkaji salah satu budaya dari manusia yang berbentuk naskah.
B.
Pendekatan
Filologis dalam Studi Islam
Dalam Islam Filologi diartikan sebagai Tahqiq, Taĥqīq adalah
penelitian yang cermat terhadap suatu karya yang mencakup hal-hal sebagai
berikut:
1.
Apakah
benar karya yang diteliti/di-taĥqīq merupakan karangan asli dari pengarangnya
yang disebut dalam buku itu?
2.
Apakah
isi naskah tersebut sesuai dengan mazhab pengarangnya?
3.
Sejauh
mana tingkat kebenaran materinya?
4.
Mentakhrīj
semua ayat-ayat al-Qur‟an dan hadis serta menyebut
5.
sumbernya
dalam catatan kaki.
6.
Memberi
penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas, seperti nama orang, tanggal yang
diragukan, kejadian-kejadian dan sebagainya.
Dengan demikian, taĥqīq merupakan usaha keras untuk menampilkan
karya klasik itu dalam bentuk yang baru dan mudah dipahami.[31]
Taĥqīq bertujuan untuk menyunting dan menghadirkan sebuah teks yang dipandang
dekat dengan teks asal yang dikehendaki oleh pengarang.[32] Secara
bahasa, tahqiq berarti tashhih (membenarkan/mengkoreksi) dan ihkam
(meluruskan). Sedang secara istilah, tahqiq berarti menjadikan teks yang
ditahkik sesuai dengan harapan pengarangnya, baik bahasanya maupun maknanya.
Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa tahqiq bertujuan untuk menghadirkan kembali
teks yang bebas dari kesalahan-kesalahan dan sesuai dengan harapan penulisnya.
Tahqiq sebuah teks atau nash adalah melihat sejauh mana hakikat yang
sesungguhnya terkandung dalam teks tersebut.
Dalam bahasa Arab, semua hasil karya sastra tulisan tangan masa
lampau yang berupa naskah sebagai objek penelitian taĥqīq atau filologi
diistilahkan dengan makhţūţāt untuk bentuk jamak, dan makhţūţah untuk bentuk
tunggal. Sedangkan teks dalam bahasa Arab adalah: Nuşūş untuk bentuk jamak dari
naş dalam bentuk tunggal, yang berari kandungan atau isi naskah yang merupakan
perkataan-perkataan atau tulisan asli dari pengarang, hal tersebut untuk
membedakan dengan catatan dan komentar yang ditulis oleh orang lain atau
muĥaqqiq.[33]
Sebab itu, bentuk penelitian naskah dalam bahasa Arab dikenal istilah: ‘Ilm
taĥqīq an-nuşūş atau taĥqīq at-turāś yaitu ilmu yang meneliti karya-karya
peninggalan klasik.
Apa yang dimaksud dengan pendekatan adalah sama dengan metodologi,
yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu masalah yang
dikaji.[34]
Jadi pendekatan filologi yaitu sudut pandang suatu masalah yang dikaji berupa
teks atau tulisan. Tulisan tersebut menurut Az-Zamakhsyari, sebagaimana dikutip
Nabilah Lubis, mengungkapkan kegiatan filologi sebagai tahqiq al- kutub,[35]
yang berfungsi untuk memberikan koreksi akan suatu teks tersebut, sehingga akan
menghasilkan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan.
Bangsa Arab pra-Islam dikenal dengan karya-karya syair maupun
sastra prosanya. Karya yang paling terkenal adalah “Muallaqat” (berarti “yang
tergantung”), karya-karya yang berupa qasidah-qasidah panjang dan bagus yang
digantungkan pada dinding Ka‟bah dengan tujuan agar dibaca masyarakat Arab pada
hari-hari pasar dan keramaian lainnya. Dalam Islam, pondasi taĥqīq sebenarnya telah
ada sejak jaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Hal tersebut bisa diketahui
dari beberapa indikasi: Pertama, adanya pertemuan Rasulullah SAW dengan
Malaikat Jibril pada tiap-tiap bulan Ramadan untuk meneliti dan mengoreksi
bacaan al-Qur‟an di hadapan Jibril. Kedua, Zaid bin Śābit membaca dan
mengoreksi atau membandingkan wahyu yang dia tulis di hadapan Nabi. Ketiga,
ketelitian yang dilakukan oleh para sahabat dalam menelusuri dan mengumpulkan
teks-teks al-Qur‟an yang tertulis dalam berbagai materi pada tahap awal Islam
pada masa Abu Bakar sampai dapat terkumpul pada mushaf Uşmani r.a adalah bukti
lain atas ketelitian itu.[36]
Penelitian naskah Arab telah lama dimulai, terlebih pada masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakar. Pada masa itu, nash al-Qur‟an mulai
dikumpulkan dalam satu mushaf. Hal ini membutuhkan ketelitian untuk menyalin
teks-teks al-Quran ke dalam mushaf tersebut. Ayat-ayat al-Quran yang sebelumnya
tertulis secara berserakan pada tulang belulang, kulit pohon, batu, kulit
binatang, dan sebagainya dipindah dan disalin pada sebuah mushaf dan dijadikan
satu. Pekerjaan menyalin ayat-ayat al-Quran ini dilaksanakan dengan ketelitian
menyangkut orisinalitas wahyu ilahi yang harus senantiasa dijaga.
Setelah Islam tumbuh dan berkembang di Spanyol pada abad ke-8
Masehi sampai abad ke-15 Masehi, pada zaman Dinasti Bani Umayyah ilmu
pengetahuan Yunani yang telah diterima bangsa Arab kemudian kembali ke Eropa
dengan epistemologi Islam. Puncak kemajuan karya sastra Islam ini mengalami
kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Karya tulis al-Ghazali, Fariduddin
Attar, dan lainnya yang bernuansa mistik berkembang maju di wilayah Persia dan
dunia Islam. Karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan yang lain menjadi rujukan wajib
mahasiswa dan merupakan lapangan penelitian yang menarik pelajar di Eropa.
Dalam konteks keindonesiaan, manuskrip Islam terbagi ke dalam tiga
jenis. Pertama, manuskrip berbahasa dan tulisan Arab. Kedua, manuskrip Jawi,
yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi berbahasa Melayu. Ketiga,
manuskrip Pegon, yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi menggunakan
bahasa daerah seperti, bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Buton, Banjar, Aceh dan
lainnya.[37]
Manuskrip keislaman di Indonesia lebih banyak berkaitan dengan
ajaran tasawuf, seperti karya Hamzah Fansuri, Syeh Nuruddin ar-Raniri, Syeh
Abdul Rauf al-Singkili, dan Syeh Yusuf al-Makassari. Tidak sedikit pula yang
membahas tentang studi al-Quran, tafsir, qiraah dan hadis. Misalnya Syeh Nawawi
Banten dengan tafsir Marah Labib dan kitab Al-Adzkar. Ada pula Syeh Mahfudz
Termas dengan Ghunyah at-Thalabah fi Syarh ath-Thayyibah, al-Badr al Munir fi
Qiraah Ibn Katsir dan karya-karyanya yang lain. Sebagian karya-karya tersebut
sudah ditahqiq, dalam proses tahqiq, dan dicetak tanpa tahqiq .Sementara
sebagian besar lainnya masih berupa manuskrip.[38]
Padahal umumnya, karya kedua tokoh ini juga menjadi rujukan dunia Islam, tidak
hanya di Indonesia.
Menilik dari sangat banyaknya khazanah klasik yang ada di
Nusantara, merupakan sebuah pekerjaan besar untuk mentahqiq kitab-kitab
peninggalan ulama klasik tersebut.
Pendekatan Filologis dapat dikatakan sebagai aliran utama dalam
kajian keislaman modern. Tidak sedikit
sarjana barat yang melakukan kajian teks manuskrip islam, khususnya yang
berbahasa arab, yang tersebar di perpustakaan-perpustakaan baik dikawasan Islam
maupun Barat itu sendiri. Mereka mengumpulkan dan mengklasifikasikan teks dan
manuskrip tersebut, menguji otentitas, kepengarangan, menyunting bagia-bagiang
yang kabur, memberikan penjelasan dan penafsiran, dan meneliti hubungan antar
teks itu sendiri. Karya filologis barat ini yang pada akhirnya menjadi bahan
dan sumber utama dalam kajian-kajian keislaman modern.[39]
Meneliti agama memang tidak dapat di pisahkan dari aspek bahasa
(philology), karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama di
pahami,di hayati dan di sosialisasikan melalui bahasa. Penelitian agama dengan
menggunakan pendekatan filologi dapat di bagi dalam tiga pendekatan. Perlu di
tekankan di sini bahwa ketiga pendekatan di maksudkan tidak terpisah secara
ekstrem, pendekatan bisa over lapping, saling melengkapi atau bahkan dalam
sudut pandang tertentu sama.ketiga pendekatan tersebut adalah :
1.
Pendekatan
filologi terhadap al-qur‟an.
Kajian
filologis terhadap manuskrip Al-Qur’an tidak seperti kajian filologis terhadap
teks pada umunya. Pendekatanya dimaksudkan untuk mengetahui seluk-beluk proses
penyalinan teks Al-Qur’an pada masa lalu dan proses perkembangan teks Al-Qur’an
pada masa lalu dan prose perkembangan teks Al-Qur’an terkait dengan rasm, tanda
baca (dhabt), waqf wal ibtida’, ataupun qiraat yang digunakanya. Dari
pendekatan filologis tersebut akan diketahui perkembangan khazanah ‘ulumul
Qur’an beserta latar kesejarahanya yang didasarkan langsung pada sumber primer
sebuah penelitian.juga untuk mengetahui keterkaitan mushaf antara satu daerah
dengan daerah lainya berdasarkan ciri-ciri dan kesamaan teks, sehingga
diketahui asal-usul manuskrip tersebut. Juga ada ilmu kodologi untuk untuk
meneliti dari segi fisiknya misal kertasnya, tinta. Kemudian paleografi untuk
menganalisis usia, bentuk-bentuk kaligrafi serta perbedaan bentuk pada
masing-masing periode.[40]
Dalam
perspektif filologi penyalinan Al-Qur’an ada istilah penyalinan tertutup berarti
dilakukan secara ketat dan mengacu pada naskah induk, penyalin tidak mempunyai
ruang untuk merubah, menambahkan, mengurangi diluar teks yang ada. Jadi
dituntuk kehati-hatian yang ekstra, menyalin huruf demi huruf, kata demi kata
sesempurna mungkin.[41]
Filologi memang lebih memeliki kecenderungan analisis struktur kebahasaan
daripada analisis rasional teks agar menjamin keutuhan analisis teks Al-Quran.[42]
2.
Pendekatan
filologi terhadap hadis
Sebagaimana
al-qur‟an, hadis juga banyak di teliti oleh para ahli, bahkan dapat di katakan
penelitian terhadap hadis lebih banyak dilakukan di bandingkan dengan
al-qur‟an.
Memahami suatu
hadis sebagai salah satu sumber terpenting ajaran islam setelah al-qur‟an pasti
memerlukan telaah kritis ,utuh dan menyeluruh .maka kajian akan terfokus pada
matan,sanad ,dan perawi dari hadis tersebut.
3.
Pendekatan
filologi terhadap teks,naskah dan kitab-kitab (heurmeneutika)
Pada mulanya
pendekatan ini hanya di pahami sebagai metode untuk menafsiri teks-teks yang
terdapat dalam karya sastra, kitab suci,tetapi kemudian penggunaan
heurmeneutika sebagai metode penafsiran semakin luas dan berkembang ,baik dalam
cara analisis nya maupun objek kajiannya.
Dalam usaha untuk mengkaji naskah- naskah lama dibutuhkan
pengetahuan dan kecukupan referensi yang memadai. Oleh karena itu, diharapkan
bagi pemerintah maupun instansi pendidikan pada khususnya untuk lebih
mengembangkan kajian ilmu filologi serta memperbanyak sumber referensi yang
terkait dengan ilmu filologi.
Pendekatan ini
memang belum banyak digunakan, meskipun oleh pihak- pihak pengguna kitab-kitab
klasik itu sendiri, seperti pesantren-pesantren di Indonesia. Oleh karena itu
perlu adanya sosialisasi dan penyadaran terhadap pentingnya pendekatan filologi
dalam studi Islam.
Filologi harus turut andil dalam studi Islam. Hal terpenting yang dimiliki
oleh mahasiswa Muslim adalah kekayaan literatur klasik seperti sejarah, teologi,
dan mistisisme. yang kesemuanya tidak mungkin dipahami tanpa bantuan filologi.
Filologi berguna untuk meneliti bahasa, meneliti kajian linguistik, makna
kata-kata dan ungkapan terhadap karya sastra.
Di sini, arti penting pendekatan filologis dalam lingkup kajian
rekonstruksi teks adalah guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap
karya-karya yang tidak mencantumkan nama pengarang dalam tulisan manuskripnya,
ataupun penisbatan sebuah karya yang masih bersifat meragukan, seperti dalam
kasus sebuah karya tafsir sufi yang secara meragukan dinisbatkan kepada Ibnu
‘Arabi — hanya lantaran isinya yang banyak mengungkapkan konsep wahdat
al-wujûd. Di sini, pendekatan rekonstruksi teks menjadi jawaban bagi persoalan
yang lekat dengan upaya penerbitan sebuah teks hasil kajian tafsir hadis dari
salinan-salinan manuskripnya yang ada.
Meneliti agama memang tidak dapat di pisahkan dari aspek bahasa (philology),karena
manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama di pahami,di hayati
dan di sosialisasikan melalui bahasa. Pendekatan ini memang belum banyak
digunakan, meskipun oleh pihak- pihak pengguna kitab-kitab klasik itu sendiri,
seperti pesantren-pesantren di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya
sosialisasi dan penyadaran terhadap pentingnya pendekatan filologi dalam studi
Islam.
Kesimpulan
Pendekatan filologi dalam pengkajian Islam sudah dikenal cukup
lama. Pendekatan ini sangat populer bagi para pengkaji agama terutama ketika
mengkaji naskah-naskah kuno peninggalan masa lalu. Karena obyek dari pendekatan
filologi ini adalah warisan-warisan keagamaan, berupa naskah-naskah klasik
dalam bentuk manuskrip. Naskah-naskah klasik itu meliputi berbagai disiplin
ilmu; sejarah, teologi, hukum, mistisme dan lain-lainnya yang belum
diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan belum dimanfaatkan di negara-negara
muslim. Alat untuk mengetahui warisan-warisan intelektual Islam itu adalah
bahasa, seperti bahasa Arab, Persia, Turki dan Urdu.[43]
Studi filologi merupakan kunci pembuka khazanah budaya lama yang terkandung
dalam naskah-naskah. Karena itu, menurut Charles, studi filologi haruslah
diteruskan dalam studi, karena banyak naskah yang meliputi sejarah, teologi
hukum, mistik dan lain-lainnya, belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan
belum dikaji oleh negara-negara Islam.
Pendekatan filologi ini memang akan mampu mengungkap corak pemikira
serta isi dari suatu naskah atau suatu kandungan teks untuk kemudian ditransformasikan
ke dalam bahasa konteks kekinian. Karena penekanan dalam studi filologi
terletak pada analisa bahasa dengan seluruh strukturnya. Tetapi persoalannya
menjadi lain manakah studi filologi ini diterapkan pada pengkajian kitab suci.
Dalam hal ini, Charles memberikan ilustrasi dengan mengemukakan kajian
komperasi semitik terhadap kitab suci al-Qur’an. Asumsi awalnya, bahwa al-Qur’an
itu diturunkan dengan menggunakan bahasa yang serumpun dengan bahasa Semit,
termasuk didalamnya kitab suci agama Yahudi, karena al-Qur’an dengan bahasa
Arab yang sama serumpun dengan bahasa Semit, maka ketika ada bahasa yang sama
dengan pola struktur bahasa sebelumnya akan dianggap sebagai pinjaman dari
bahasa itu. Implikasi lebih jauh akan berkaitan dengan tradisi yang berlaku
pada suatu masyarakat. Karena itu tidak mengherankan apabila ada asumsi bahwa
sebagian bahasa al-Qur’an merupakan pinjaman dari bahasa lain yang mencerminkan
tradisi dari bahasa sebelumnya. Inilah-yang menurut Charles- menjadi masalah
signifikan dalam kajian yang bersifat filologi
Disamping pendekatan filologi, bagi Charles pendekatan historis
juga sangat membantu dalam pengkajian Islam, terutama dalam konteks untuk mengetahui
perubahan dan perkembangan. Pendekatan historis ini tidak hanya menjelaskan
bagaimana suatu peristiwa terjadi, tetapi lebih dalam mencoba menguraikan hukum
kausalitas dari suatu peristiwa kesejarahan. Oleh karena itu, biasanya dalam
pendekatan ini, asumsi untuk membangun hipotetis adalah suatu pertanyaan
mengapa dan bagaimana. Dalam hal ini-menurut Charles-esensinya adalah
menggabungkan pendekatan filologi yang penekanannya pada bahasa dengan
pendekatan historis yang sangat berguna untuk memahami kondisi masyarakat pada
suatu masa tertentu.[44]
Melalui pendekatan historis seseorang diajak menukik dari alam
idealis ke alam yang bersifat empirik dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang
akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam
alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, A.-Ś. (1989). Taĥqīq
Nuşūş at-Turāś Fī al-Qadīm wa al-Ĥadīś. Majma‟ al-Fātiĥ li al-Jāmi‟āt.
al-Munajjad, S. (1987). Qawā’id Taĥqīq
al-Makhţūţāt. Beirut: Dār al-Kitāb al-Jadīd.
Atang abd Hakim, d. J. (2017). Metodologi Studi
Islam. Bandung: Penerbit Rosda.
Az-Zamakhsyari. (n.d.). Asās al-Balāgah, Juz 1.
Beirut: Dār-al-Kutub „Ilmiyyah.
Baried, S. B. (1994). Pengantar Teori Filologi.
Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas UGM.
Chamamah Soeratno, S. (1999). “Studi Filologi:
Pengertian Filologi”. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalidjaga.
Darusuprapta. (1984). Beberapa Masalah
Kebahasaan dalam Penelitian Naskah Widyaparwa No. 26 Oktober. Yogyakarta:
Balai Penelitian Bahasa, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
dkk, S. B. (1985). Pengantar Teori Filologi.
Jakarta Timur: Pusat dan Pembinaan dan Pengambangan Bahasa.
et.al, U. M. (2006). Metodologi Penelitian Agama:
Teori dan Praktik. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Fathurrahman, O. ( 2015). Filologi Indonesia
Teori dan Metode. Jakarta: Predana media Grup.
H.M.Fauzan. (2014). Kaidah Penemuan Hukum
Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata. Jakarta: Prenada Media.
Istanti, K. Z. (2010). Studi Teks Sastra Melayu
dan Jawa. Yogyakarta: Penerbit El Matera.
J.Adams, C. (1976). ‘’Islamic Relegious
Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The Study of The Middle East; Research
and Scholarship ib The Humanities an The Social Sciencesm. New York: John
Wiley dan Sons.
Khalid, I. (2003). Manhaj Taĥqīq al-Makhţūţāt.
Syria: Dār al-Fikr.
Lubis, N. (1996). Naskah, Teks, dan Metode
Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian Bahasa & Sastra Arab
Fakultas Adab IAIN Syarif.
Nuarca, I. K. (2017). Metode Filologi Sebagai
Suatu Pengantar. Denpasar: Universitas Udayana, Fakultas Ilmu Budaya,.
Rahmat, U. S. (2020). Studi Islam Kontemporer (
Multidisciplinary Approach). Yogyakarta: Pustaka Learning Center.
Saputra, K. (2008). Pengantar Filologi Jawa.
Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Slamet, A. (2016). Buku Ajar Metodologi Studi
Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman). Yogyakarta: Penerbit
Deepublish.
Subhan Adi Santoso, M. (2020). Studi Islam Era
Society 5.0. Insan Cendikia Mandiri.
Suyami. (1996). Pengembangan Model Kajian
Naskah-naskah Jawa Buku III Makalah Sastra. Malang: Kongres Bahasa Jawa II
22-26 Oktober 1996 Jawa Timur Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.
Teams, R. M. (2019). Majalah Madrasatul Qur’an
Times Edisi 4: Aku, Tentang Pahlawanku. Jombang: Pondok Pesantren
Madrasatul Qur’an Tebuireng.
Warren, R. W. (1956). Theory of Literature.
New York: AHarvest Book, Harcourt, Brace and Company.
Zaidun, A. (2013). Filologi : Buku Studi Bahasa
dan Sastra Arab. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Penelitian kualitatif ada tahapan
reduksi data. Pengumpulan, reduksi dan penarikan kesimpulan.
[1] Ahmad Zaidun, Filologi
: Buku Studi Bahasa dan Sastra Arab, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2013),
hlm 1.
[2] . I Ketut
Nuarca, Metode Filologi Sebagai Suatu Pengantar. (Universitas Udayana, Fakultas
Ilmu Budaya, 2017), hlm 7.
[3] Siti Baroroh
dkk, Pengantar Teori Filologi, (Jakarta Timur: Pusat dan Pembinaan dan Pengambangan
Bahasa, 1985), hlml 4
[4]
Oman
Fathurrahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, (Jakarta: Predana
media Grup, 2015), hlm 11.
[5]
Achmad Slamet ,
Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), (Yogyakarta:
Penerbit Deepublish, 2016), hlm 68.
[6]
Oman
Fathurrahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, hlm 12.
[7] Chamamah
Soeratno, Siti. 1999. “Studi Filologi: Pengertian Filologi”. (Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalidjaga),
[8] Siti Baroroh
Baried, et. al., Pengantar Teori Filologi, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), hlm. 1.
[9] Achmad Slamet,
Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm
69.
[10] Karsono
Saputra, Pengantar Filologi Jawa, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra,
2008), hlm. 79.
[11] Rahmat, Umi Salamah,
Studi Islam Kontemporer ( Multidisciplinary Approach) (Yogyakarta:
Pustaka Learning Center, 2020), hlm 228.
[12]
Az-Zamakhsyari, Asās al-Balāgah, Juz 1, ( Beirut: Dār-al-Kutub
„Ilmiyyah, tth), hlm. 203.
[13] Oman
Fathurrahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, hlm 13.
[14] Ibid.
[15] Rene Wellek
dan Austin Warren, Theory of Literature. (New York: AHarvest Book,
Harcourt, Brace and Company, 1956), hlm. 25.
[16] Siti Baroroh
Baried, et.al., Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi
Fakultas UGM. 1994), hlm. 49.
[17] Achmad Slamet,
Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm
70.
[18] Siti Baroroh
Baried, et.al., Pengantar Teori Filologi, hlm.2
[19] Ibid, 54
[20] Suyami, Pengembangan
Model Kajian Naskah-naskah Jawa Buku III Makalah Sastra. (Malang: Kongres
Bahasa Jawa II 22-26 Oktober 1996 Jawa Timur Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat
I Jawa Timur, 1996), hlm. 220.
[21] Darusuprapta, Beberapa
Masalah Kebahasaan dalam Penelitian Naskah Widyaparwa No. 26 Oktober.
(Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1984), hlm. 1.
[22] Rahmat, Umi Salamah,
Studi Islam Kontemporer (Multidisciplinary Approach), (Yogyakarta:
Pustaka Learning Center, 2020), hlm 230.
[23] Achmad Slamet
, Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman),
hlm 69.
[24] Kun Zachrun
Istanti, Studi Teks Sastra Melayu dan Jawa (Yogyakarta: Penerbit El
Matera, 2010), hlm. 14.
[25] Rahmat, Umi Salamah,
Studi Islam Kontemporer (Multidisciplinary Approach), hlm 231.
[26] Achmad Slamet,
Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman),
hlm 71.
[27] Atang abd
Hakim, dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Penerbit
Rosda, 2017), hlm 99.
[28] Achmad Slamet,
Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman),
hlm 74.
[29] Rahmat, Umi Salamah,
Studi Islam Kontemporer (Multidisciplinary Approach), hlm 239.
[30] Achmad Slamet ,
Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm
77.
[31] Nabilah Lubis,
NAskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Forum Kajian
Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996), hlm. 18.
[32] Salahuddin
al-Munajjad, Qawā’id Taĥqīq al-Makhţūţāt (Beirut: Dār al-Kitāb al-Jadīd,
1987), hlm. 15.
[33] Iyad Khalid, Manhaj Taĥqīq al-Makhţūţāt
(Syria: Dār al-Fikr, 2003), hlm. 19.
[34] U. Maman Kh.
et.al, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 94
[35] Nabilah Lubis,
Op. Cit, hlm. 2
[36] Al-Śadiq
Abdurrahman, Taĥqīq Nuşūş at-Turāś Fī al-Qadīm wa al-Ĥadīś (ttp :Majma‟
al-Fātiĥ li al-Jāmi‟āt, 1989), hlm.15-16.
[37] Achmad Slamet,
Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman),
76
[38] Ibid.
[39]
Subhan Adi
Santoso, Muksin, Studi Islam Era Society 5.0, (Insan Cendikia Mandiri,
2020), hlm 61
[40] Redaksi Mq
Teams, Majalah Madrasatul Qur’an Times Edisi 4: Aku, Tentang Pahlawanku,
(Jombang: Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng, 2019), hal 42.
[41] Ibid, hal 43
[42] H.M.Fauzan, Kaidah
Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata, (Jakarta: Prenada Media,
2014), hal 119.
[43] Charles
J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The
Study of The Middle East; Research and Scholarship ib The Humanities an The
Social Sciencesm, (New York; John Wiley dan Sons, 1976), hlm. 31
[44] Charles
J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The
Study of The Middle East; Research and Scholarship ib The
Humanities an The Social Sciences
(New York; John Wiley dan Sons, 1976), hlm. 43.
No comments:
Post a Comment