Saturday 16 January 2021

PENDEKATAN FILOLOGI DALAM STUDI ISLAM

 

PENDEKATAN FILOLOGI DALAM STUDI ISLAM


PENDAHULUAN

Sudah berabad abad ilmu pengetahuan mengalami banyak perubahan dan perkembangan. Perkembangan zaman yang sangat pesat membuat penguna media semakin meningkat. Sudah berabad abad pula bangsa indonesia ini memeluk agama Islam. Suatu agama yang mempunyai peradaban yang sangat luar biasa. Peradaban yang diwariskan salah satunya yaitu berupa manuscript (teks kuno) yang berisi tentang teks keislaman yang sangat berharga. Dengan kemajuan zaman ini banyak manuscript yang terlupakan. Sulitnya mencari referensi juga menjadi salah satu terhambatnya mendalami teks kuno atau manuscript.[1] Untuk menindak lanjuti hal ini diperlukan referensi yang memadai dan perlu adanya pendekatan filologi.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak pulau, bahasa dan beraneka ragam seni dan budaya. Salah satu produk keberagaman di Indonesia adalah naskah kuno atau biasa disebut dengan manuscript. Banyak diantara orang-orang terdahulu membuat teks teks untuk kepentingan umum. Mulai dari kalangan atas dan kalangan bawah. Dengan adanya naskah kuno ini, sejarah sejarah peradaban dapat di ketahuinya dan dapat terungkap.[2] Maka dari itu khazanah peninggalan berupa naskah kuno begitu sangat penting dalam kajian keilmuan peradaban, baik peradaban islam atau selainnya.

Ribuan naskah yang telah dibuat oleh orang orang sangatlah disayangkan jika tidak ada yang menkajinya. Naskah kuno ini bisa dijadikan sumber untuk kajian dalam mempelajari kebudayaan yang bersangkutan. Hal ini, karena suatu kaum dapat dilihat dari karya yang dibuatnya. Di nusantara sendiri, masih sangat banyak. Hal ini di buktikan dengan banyaknya keanekaragaman aspek kehidupan. Misalnya masalah sosial, agama, ekonomi, budaya, politik, bahasa dan sastra. Apabila dilihat dari masalah tersebut isinya mengacu pada sifat-sifat historis, didaktis, relegius dan belletri.[3]

Bagi sebagian kalangan di Indonesia, filologi memang tidak setenar sosiologi, antropologi, ekonomi, atau kedokteran. Filologi masih terlalu asing terdengar ditelinga sebagian besar orang. Padahal di Eropa khusunya, tradisi keilmuwan filologi sudah lama mengakar.[4] Filologi merupakan suatu kajian yang bertugas menelaah dan mengkaji suatu teks teks terdahulu. Cabang ilmu ini memang belum begitu familiar di kalangan masyarakat. Karya karya tulisan jaman dahulu banyak yang terabaikan akibat dari kurangnya pengetahuan di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat islam. Oleh karena itu, perlu pengetahuan mendalam tentang kajian filologi supaya dapat menjadi awal untuk menkaji karya karya kuno dengan lebih maksimal.

Agama islam pada perkembanganya selalu mempengaruhi kehidupan manusia seperti kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Selain itu islam memiliki banyak dimensi diantaranya dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, tegnologi, sejarah, sampai pada kehidupan rumah tangga dan masih banyak lagi. Dimensi ajaran islam tersebut diperlukan berbagai pendekatan yang dieksplorasi dari berbagai disiplin ilmu dan didalam Al-Qur’an yang merupakan sumber pokok ajaran islam ditemukan beberapa ilmu yang dijelaskan secara global dan hadis yang menjelaskan tentang spesifikasi ilmu.[5]

Meminjam terminology hukum islam, memikirkan filologi adalah ibarat fadhu kifayah, yakni sebuah kewajiban yang tidak harus ditanggung oleh setiap individu, tapi ketika tidak ada satupun individu yang memikirkanya, konsekuensinya akan berdampak pada kepentingan semua orang, karena filologi berurusan dengan pelestarian warisan budaya berupa naskah tulis tangan, yang pada dasarnya milik semua warga Negara.[6]

Agar dapat mengetahui pendekatan filologi yang digunakan untuk mengkaji studi islam dalam materi ini bukan sebuah uraian melainkan sebuah hanya sebagai dari macam pendekatan yang digunakan untuk mengkaji islam ditinjau dari pendekatan teks studi islam.

PEMBAHASAN

A.    Makna Pendekatan Filologi

1.      Pengertian Filologi

Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu kata “philos” yang berarti ‘cinta’ dan “logos” yang berarti ‘pembicaraan’, ‘kata’ atau ‘ilmu’. Pada kata “filologi” kedua kata itu secara harfiyah membentuk arti “cinta kata-kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar”, “senang kepada ilmu” atau “senang kebudayaan”, hingga dalam perkembangannya sekarang filologi identik dengan ‘senang kepada tulisan-tulisan yang ‘bernilai tinggi’.[7]

Pada mulanya, istilah ”filologi (philologia)” lahir dan berkembang di kawasan kerajaan Yunani, yaitu kota Iskandariyah. Pada saat itu filologi diartikan sebagai suatu keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan berupa tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya.[8] Salah satu tujuan dari diadakannya pengkajian terhadap teks yang ada di dalam naskah lama pada saat itu adalah untuk menemukan bentuk teks yang asli serta untuk mengetahui maksud dari pengarangnya dengan jalan menyisihkan kesalahan- kesalahan yang terdapat di dalamnya.

Dalam istilah, kata filologi mulai dipakai sekitar abad ke-3 SM oleh sekelompok ilmuwan dari iskandariyah. Digunakan untuk menyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu berates-ratus tahun sebelumnya.[9] Menurut Saputra, pengertian ”kata” pada ”cinta kepada kata” dapat diperluas lagi menjadi bahasa dan berkembang lagi menjadi ”kebudayaan”, sehingga studi filologi berarti studi tentang kebudayaan masa lalu melalui naskah dan teks.[10]

Sedangkan secara terminology, filologi adalah pengetahuan tentang sastra-satra dalam arti luas mencakup bidang bahasa sastra dan kebudayaan (nabilah lubis). Dalam bahasa arab, filologi adalah ilmu “tahqiq al-Nushus”.[11] Al-Zamarkasyi misalnya menyebutkan dalam kitab “Aasa al-Balagah” sebagai berikut:

“Mentahqiq sebuah teks atau Nas, yaitu meliht sejauh mana hakikat yang sesungguhnya yang terkandung dalam teks itu. Mengetahui suatu berita dan menjadi yakin akan kebenaranya.”

            Oleh sebab itu yang dimaksud dengan taĥqīq dalam bahasa ialah: Pengetahuan yang sesungguhnya dan berarti juga mengetahui hakekat suatu tulisan.[12] Belakangan setelah aktivis mengkritisi teks berkembang, kata tahqiq dipakai untuk menerjemahkan kata criticism (inggris) atau critique(Perancis). Untuk itulah, dalam kamus bahasa arab modern, Hans Wehr memberikan beberapa definisi tahqiq sebagai precise pronunciation, critical education, verification, dan investigation.[13]

Dari penjelasan tersebut filologi dapat diartikan sebagai investigasi ilmiah atas teks-teks tertulis (tangan), dengan menelusuri sumbernya, keabsahan teksnya, karakteristiknya, serta sejarah lahir dan penyebaranya. Menurut Abdussalam Harun sebuah teks yang telah melalui penelitian filologis seharusnya bisa dianggap sebagai karya yang valid judul dan pengarangnya (jika ada), serta bacaanya dianggap paling dekat dengan versi yang pertama kali ditulis oleh sang pengarang.[14]

Dapat disimpulkan secara terminology filologi adalah metode penelitian yang mempunyai karakteristik: 1) berobjek pada sebuah teks atau nash mengenai sastra atau budaya. 2) bertujuan untuk mengetahui suatu berita dan menjadi yakin akan kebenaranya, mengungkapkan makna teks dalam segi kebudayaan.

Melalui penggarapan naskah filologi, seorang filolog mengkaji teks klasik dengan tujuan ingin mengetahui teks itu sesempurna mungkin dan selanjutnya menempatkannya dalam konteks sejarah suatu bangsa. Dengan mempelajari keadaan teks seperti sebagaimana adanya, maka teks dapat terungkap dengan sempurna.[15] Kajian filologi, khususnya naskah-naskah nusantara bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisa isinya, atau untuk kedua-duanya. Pada taraf awal kajian terhadap naskah-naskah itu tertutama untuk tujuan penyuntingan.[16]

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa filologi merupakan salah satu disiplin ilmu atau keahlian yang mengkaji dan mempelajari tentang hasil budaya dalam arti luas (bahasa, sejarah, sastra, dan kebudayaan) yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau dengan tujuan untuk mengungkapkan khazanah budaya serta perkembangan kerohanian suatu bangsa dalam segi kebudayaannya dalam arti yang luas. Oleh karena itu, filologi dapat digolongkan sebagai disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya manusia pada masa lampau yang termuat di dalam naskah dan teks lama.

2.      Faktor Munculnya Filologi

Studi karya tulis masa lampau dilakukan karena adanya anggapan bahwa dalam peninggalan aliran terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan sekrang. Ada beberapa faktor lahirnya Filologi sebagai berikut:[17]

a.     Munculnya informasi tentang masa lampau didalam sejumlah karya tulisan

b.    Anggapan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau yang dipandang relevan dengan kehidupan sekarang

c.    Kondisi fisik yang substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang

d.   Faktor sosial budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar sosial budaya pembacanya masa kini

e.    Keperluan untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat

Menurut Baroroh, faktor-faktor penyebab lahirnya filologi sebagai disiplin ilmu adalah sebagai berikut.[18]

a.       Kondisi fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang.

 

3.      Obyek, Tujuan, dan Bentuk-bentuknya

a.     Objek Filologi

1)   Naskah

Naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pemikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa pada masa lampau.[19] Pendapat tersebut kemudian diperkuat dengan pendapat yang dinyatakan oleh Suyami, yaitu naskah merupakan salah satu saksi dari suatu dunia berbudaya dan tradisi peradaban yang menginformasikan budaya manusia pada masanya.[20] Naskah juga didefinisikan sebagai karangan tulisan tangan baik asli maupun salinannya, yang mengandung teks atau rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi tertentu.[21]

Naskah-naskah yang menjadi objek material penelitian filologi adalah berupa naskah tertulis pada kulit kayu, bamboo, lontar dan kertas. Ini artinya bahwa perjanjian-perjanjian. Ukiran, tulisan dan batu nisan diluar pembahasan filologi. Dan naskah-naskah itu dilihat sebagai hasil budaya cipta rasa.[22] Obyek kajian filologi mempunyai karakteristik naskah tercipta dari latar sosial budaya yang sudah tidak ada lagi atau yang tidak sama dengan latar sosial budaya masyarakat pembaca masa kini dan kondisinya sudah rusak.[23]

Menilik dari sangat banyaknya khazanah klasik yang ada di Nusantara, merupakan sebuah pekerjaan besar untuk mentahqiq kitab-kitab peninggalan ulama klasik tersebut.

2)   Teks

Teks adalah (1) naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, (2) kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, (3) bahan tertulis untuk memberikan pelajaran, berpidato. Teks juga berarti kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja.

Onions mendefinisikan teks sebagai rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi tertentu. Pendapat lain diungkapkan oleh Istanti bahwa teks adalah informasi-informasi yang terkandung di dalam naskah. Wahana penyampaian teks dibagi menjadi 3 macam, yaitu: (1) teks lisan (tidak tertulis), (2) teks naskah atau tulisan tangan, (3) teks cetakan.[24]

Oleh karena itu, teks menjadi bagian yang abstrak dari suatu naskah. Teks hanya dapat dibayangkan saja dan dapat diketahui isinya jika sudah dibaca. Isi dari teks adalah berupa ide-ide, informasi, pesan atau amanat yang akan disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, sehingga pembaca bisa memahami makna yang terkandung dalam teks tersebut kemudian dapat diaplikasikan. Dalam teks nusantara dikatakan klasik ketika kondisi waktu dimana pengaruh eropa belum masuk secara intensif.

b.    Tujuan Filologi

melalui penggarapan naskah filologi, seorang filolog mengkaji teks klasik dengan tujuan ingin mengetahu teks itu sesempurna mungkin dan selanjutnya menempatkannya dalam konteks sejarah suatu bangsa. Dengan mempelajari keadaan teks sebagaiman adanya , maka teks dapat terungkap secara sempurna.

Secara rinci dapat dikatakan bahwa filologi mempunyi tujuan umum dan tujuan khusus.

1)      Tujuan umum

a)      Memahami sejauh mana perkembangan suatu bangsa dilihat dari satranya.

b)   Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penulisnya.

c)    Mengungkap nilai-nilai budaya lama sebagai alternative pengembangan kebudayaan

2)      Tujuan khusus

a)      Menyunting sebuah teks yang dipandang dekat dengan teks asalnya

b)      Mengungkap sejarah terjadinya teks dn sejarah perkembanganya

c)      Mengungkapkan persepsi pembaca pada setiap kurun atau zaman penerimaanya.[25]

d)     Menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini, yaitu dalam bentuk suntingan.[26]

Jika dilihat dari efektivitas fungsinya, metode ini dipergunakan jika sumber data berupa naskah dan manuskrip. Ia dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara cermat pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam naskah tersebut melalui analisis kosa kata yang digunakan, berikut nuansa-nusansa yang ada didalamnya, sehingga dapat terhindar dari kesalahpahaman pemikiran.[27]

c.       Bentuk-bentuk filologis dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1)      Tempat penyimpanan naskah dan nomor kodeks

2)      Judul: berdasarkan keterangan dalam teks oleh penulis pertama, atau berdasarkan keterangan yang diberikan bukan oleh penulis pertama.

3)      Pengantar, uraian pada bagian awal di luar isi teks: waktu mulai penulisan, alasan penulisan, tujuan penulisan, nama diri penulis, harapan penulis, pujaan kepada dewa atau Tuhan YME

4)      Penutup uraian pada akhir diluar isi teks, waktu menyelesaikan penulisan, tempat penulisan, alasan penulisan, tujuan penulisan, harapan penulis

5)      Tarikh penyalinan, ditentukan berdasarkan pada (tempat, nama penyalin, dan pemrakarsa penyalinan)

6)      Tujuan penyalinan

7)      Keadaan, jenis bahan naskah (lontar, bamboo, daluwang, kertas), tebal naskah, ukuran naskah (panjangx lebarnaskah)

8)      Ukuran teks (panjag x lebar teks), jumlah halaman teks

9)      Kelengkapan teks (lengkap atau kurang, terputus atau hanya fragmen), jenis naskah (piwulang, sejarah, dan sebagainya), dan sampul naskah (warna, bentuk, keadaan, bahan, hiasan, jilidan)

10)  Isi : satu atau kumpulan dari beberapa teks

11)  Penomoran halaman, pembagian halaman naskah secara keseluruhan, letak dan jumlah halaman teks yang menjadi subjek penelitian jika merupakan kodeks

12)  Tanda air atau cap air dalam naskah

13)  Hiasan atau gambar naskah (deskripsi warna, bentuk, goresan tinta, letak, dll)

14)  Penulisan judul teks dalam naskah

15)  Jumlah baris setiap halaman teks, bentuk teks (puisi atau prosa)

16)  Jenis huruf (jawa, latin, dll), goresan (teal, tipis), ukuran (besar, kecil,sedang), sikap (tegak, miring kekanan atau kekiri).

17)  Bentuk huruf yang digunakan dalam teks.

18)  Yang paling penting adalah Al-Qur’an dan hadist serta syair-syair.

Hasil deskripsi ini akan memberikan gambaran mengenai keadan naskah secara jelas danterperinci. Keadaan naskah ini dapat digunakan sebagai indicator awal dalam penentuan naskah unggul, perunutan usia naskah, dan lain-lain.[28]

4.      Metode dan langkah yang harus ditempuh untuk mengawali proses penelitian filologi.

a.     Metode intuitif

Menyalin berulang kali naskah teks sehingga muncul beraneka ragam. Di eropa barat teks diambil dari yang dipandang paling baik yaitu yang paling tua lalu disalin lagi. Jika terjadi kesalahan segera dikoreksi dengan naskah lain dengan pertimbangan akal sehat, dan pengetahuan bahasa maupun disiplin ilmu yang menjadi pokok bahasan nskah. Metode ini bertahan sampai abad ke 19 M.

b.    Metode Objektif

Mendekati teks asli melalui data-data naskah

c.     Metode Landasan

Diterapkan apabila menurut tafsiran ada naskah yang lebih unggul kualitasnya dari yang naskah lain. Ini diketahui dengan diadakan penelitian cermat terhadap bahasa, kesastraan, sejarah, dan segala hal tentang teks.

d.    Metode Analisis Struktur

Metode ini bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin keterkaitan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama mengahasilkan makna menyeluruh.

Menurut A. Teeuw, tidak ada sebuah analisis yang diterapkan begitu saja. Setiap karya memerlukan metode analisis yang sesuai dengan difat dan strukturnya. Misal sajak berbeda dengan novel, dan cerita klasik berbeda juga dengan teks sejarah.

e.     Metode penelitian naskah tunggal

Apabila peneliti hanya menemukan satu naskah yang ingin diedit, maka hanya ada dua pilihan, yaitu : mengandalkan edisi diplomatic dan edisi standar.

5.      Langkah untuk mengawali proses penelitian filologi antara lain:[29]

a.     Inventaris Naskah

Yaitu menginventariskan naskah dengan judul  yang sama dimanapun berada, didalam maupun di Luar negeri. Naskah dapat dicari melalui katalog, perpustakaan-perpustakaan besar yang menyimpan koleksi naskah, museum-museum, universitas, masjid, gereja dan lain sebagainya.

b.      Deskripsi identitas naskah yang meliputi aspek-aspek, antara lain:

1)      Judul naskah

2)      Nomor naskah/kode koleksi

3)      Nama penyusun/pengarang

4)      Tarikh penyusunan

5)      Tempat penyusunan

6)      Nama penyalin

7)      Bentuk karangan

8)      Ukuran (sampul, halaman)

9)      Jumlah baris dalam halaman

10)  Penomoran halaman

11)  Asal/riwayat naskah

12)  Pemilk naskah

13)  Keterangan/ penjelasan umum

Deskripsi diatas untuk menunjang pencarian suatu naskah apakah benar atau tidak dalam menyusun suatu naskah supaya naskah tersebut tersusun secara sistematis dalam penyusunan naskah tersebut.

c.       Pengelompokan naskah dan perbandingan teks

Untuk pengelompokkan proses awal yang harus dilakukan oleh filolog adalah mengadakan penelitian yang cukup mendalam sehingga akhirnya dapat diketahui hubungan antar varian, perbedaan, persamaan, dan hubungan antara naskah yang ada.

 

6.      Ilmu bantu filologi

Filologi membutuhkan ilmu-ilmu bantu yang erat kaitanya dengan bahasa dan beberapa ilmu pendukung baik dari ilmu sosial sampai agama.[30]

a.       Ilmu linguistic: merupakan ilmu tentang bahasa. Hubunganya adalah dari objek kajianya, bahasa. Ketika filologi mencari makna suatu teks maka linguistic dibutuhkan sebagai upaya memaknai bahasa masa lampau dengan berbagai keunikanya. 

Kemudian ada beberapa cabang linguistic seperti etimologi yang berfungsi mempelajari asal muasal sejarah kata. Kedua sosiolinguistik yang menelaah korelasi dan saling berpengaruhnya antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Ketiga, stilistika ilmu yang mencermati gaya bahasa sastra agar filologi terbantu mengetahu berapa usia teks

b.      Pengetahuan bahasa-bahasa yang mempengaruhi bahasa teks

Seorang filolog harus mengetahui bahasa yang sering terdapat dalam naskah kuno. Semisal dalam ranah nusantara sering dipengaruhi oleh bahasa asing. seperti bahasa Sansekerta dan Arab.

c.         Paleografi

Ilmu yang membahas tentang tulisan-tulisan kuno. Juga membantu filologi dalam menentukan waktu dan tempat terjadinya tulisan tersebut, juga memberikan titik terang tentang siapa pengarang tulisan tersebut. Dan juga anatomi tulisan seperti ukuran, bahan naskah, tinta, panjang dan jarak baris.

d.      Ilmu sastra

Dalam peradaban nusantara banyak sekali karya sastra seperti cerita pewayangan yang menggambarkan kehidupan manusia dari khazanah agama islam. Dalam sastra ada 4 pendekatan

1)   Pendekatan Mimetik: leih mengutamakan aspek-aspek referensial, acuan karya sastra, kaitanya dengan dunia nyata.

2)   Pendekatan pragmatic: mengutamakan pada respon atau pengaruh suatu teks terhadap pembaca atau pendengar

3)   Pendekatan ekspresif: menitikberatkan penulis karya sastra sebagai penciptanya yang mengandung banyak arti didalam karyanya terutama dalam ekspresi dan emosi pengarang.

4)   Pendekatan objektif: yaitu dengan mengkaji naskah tersebut tanpa melihat asal muasal naskah tersebut.

e.         Ilmu agama

Para filolog juga harus mengetahu seluk-beluk agama misalnya yang ada di Nusantara. Seperti Hindu, Budha dan islam. Sehingga seorang filolog dapat mengkoneksikan hubungan antara pengaruh agama dalam sebuah naskah.

f.          Sejarah kebudayaan

Melalui sejarah kebudayaan yang telah ada dan runtut secara historis. Kita dapat mengetahui seberapa jauh kebudayaan yang tumbuh dan berkembang pada waktu itu. Berbanding lurus dengan seberapa hebat karya yang mereka lahirkan

g.         Antropologi 

Ilmu tentang penyelidikan terhadap manusia dan kehidupanya. Akan membantu filologi bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari adanya kebudayaan. Dan juga digunakan untuk mengkaji salah satu budaya dari manusia yang berbentuk naskah.

 

B.     Pendekatan Filologis dalam Studi Islam

Dalam Islam Filologi diartikan sebagai Tahqiq, Taĥqīq adalah penelitian yang cermat terhadap suatu karya yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

1.    Apakah benar karya yang diteliti/di-taĥqīq merupakan karangan asli dari pengarangnya yang disebut dalam buku itu?

2.    Apakah isi naskah tersebut sesuai dengan mazhab pengarangnya?

3.    Sejauh mana tingkat kebenaran materinya?

4.    Mentakhrīj semua ayat-ayat al-Qur‟an dan hadis serta menyebut

5.    sumbernya dalam catatan kaki.

6.    Memberi penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas, seperti nama orang, tanggal yang diragukan, kejadian-kejadian dan sebagainya.

Dengan demikian, taĥqīq merupakan usaha keras untuk menampilkan karya klasik itu dalam bentuk yang baru dan mudah dipahami.[31] Taĥqīq bertujuan untuk menyunting dan menghadirkan sebuah teks yang dipandang dekat dengan teks asal yang dikehendaki oleh pengarang.[32] Secara bahasa, tahqiq berarti tashhih (membenarkan/mengkoreksi) dan ihkam (meluruskan). Sedang secara istilah, tahqiq berarti menjadikan teks yang ditahkik sesuai dengan harapan pengarangnya, baik bahasanya maupun maknanya. Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa tahqiq bertujuan untuk menghadirkan kembali teks yang bebas dari kesalahan-kesalahan dan sesuai dengan harapan penulisnya. Tahqiq sebuah teks atau nash adalah melihat sejauh mana hakikat yang sesungguhnya terkandung dalam teks tersebut.

Dalam bahasa Arab, semua hasil karya sastra tulisan tangan masa lampau yang berupa naskah sebagai objek penelitian taĥqīq atau filologi diistilahkan dengan makhţūţāt untuk bentuk jamak, dan makhţūţah untuk bentuk tunggal. Sedangkan teks dalam bahasa Arab adalah: Nuşūş untuk bentuk jamak dari naş dalam bentuk tunggal, yang berari kandungan atau isi naskah yang merupakan perkataan-perkataan atau tulisan asli dari pengarang, hal tersebut untuk membedakan dengan catatan dan komentar yang ditulis oleh orang lain atau muĥaqqiq.[33] Sebab itu, bentuk penelitian naskah dalam bahasa Arab dikenal istilah: ‘Ilm taĥqīq an-nuşūş atau taĥqīq at-turāś yaitu ilmu yang meneliti karya-karya peninggalan klasik.

Apa yang dimaksud dengan pendekatan adalah sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu masalah yang dikaji.[34] Jadi pendekatan filologi yaitu sudut pandang suatu masalah yang dikaji berupa teks atau tulisan. Tulisan tersebut menurut Az-Zamakhsyari, sebagaimana dikutip Nabilah Lubis, mengungkapkan kegiatan filologi sebagai tahqiq al- kutub,[35] yang berfungsi untuk memberikan koreksi akan suatu teks tersebut, sehingga akan menghasilkan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan.

Bangsa Arab pra-Islam dikenal dengan karya-karya syair maupun sastra prosanya. Karya yang paling terkenal adalah “Muallaqat” (berarti “yang tergantung”), karya-karya yang berupa qasidah-qasidah panjang dan bagus yang digantungkan pada dinding Ka‟bah dengan tujuan agar dibaca masyarakat Arab pada hari-hari pasar dan keramaian lainnya. Dalam Islam, pondasi taĥqīq sebenarnya telah ada sejak jaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Hal tersebut bisa diketahui dari beberapa indikasi: Pertama, adanya pertemuan Rasulullah SAW dengan Malaikat Jibril pada tiap-tiap bulan Ramadan untuk meneliti dan mengoreksi bacaan al-Qur‟an di hadapan Jibril. Kedua, Zaid bin Śābit membaca dan mengoreksi atau membandingkan wahyu yang dia tulis di hadapan Nabi. Ketiga, ketelitian yang dilakukan oleh para sahabat dalam menelusuri dan mengumpulkan teks-teks al-Qur‟an yang tertulis dalam berbagai materi pada tahap awal Islam pada masa Abu Bakar sampai dapat terkumpul pada mushaf Uşmani r.a adalah bukti lain atas ketelitian itu.[36]

Penelitian naskah Arab telah lama dimulai, terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar. Pada masa itu, nash al-Qur‟an mulai dikumpulkan dalam satu mushaf. Hal ini membutuhkan ketelitian untuk menyalin teks-teks al-Quran ke dalam mushaf tersebut. Ayat-ayat al-Quran yang sebelumnya tertulis secara berserakan pada tulang belulang, kulit pohon, batu, kulit binatang, dan sebagainya dipindah dan disalin pada sebuah mushaf dan dijadikan satu. Pekerjaan menyalin ayat-ayat al-Quran ini dilaksanakan dengan ketelitian menyangkut orisinalitas wahyu ilahi yang harus senantiasa dijaga.

Setelah Islam tumbuh dan berkembang di Spanyol pada abad ke-8 Masehi sampai abad ke-15 Masehi, pada zaman Dinasti Bani Umayyah ilmu pengetahuan Yunani yang telah diterima bangsa Arab kemudian kembali ke Eropa dengan epistemologi Islam. Puncak kemajuan karya sastra Islam ini mengalami kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Karya tulis al-Ghazali, Fariduddin Attar, dan lainnya yang bernuansa mistik berkembang maju di wilayah Persia dan dunia Islam. Karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan yang lain menjadi rujukan wajib mahasiswa dan merupakan lapangan penelitian yang menarik pelajar di Eropa.

Dalam konteks keindonesiaan, manuskrip Islam terbagi ke dalam tiga jenis. Pertama, manuskrip berbahasa dan tulisan Arab. Kedua, manuskrip Jawi, yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi berbahasa Melayu. Ketiga, manuskrip Pegon, yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi menggunakan bahasa daerah seperti, bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Buton, Banjar, Aceh dan lainnya.[37]

Manuskrip keislaman di Indonesia lebih banyak berkaitan dengan ajaran tasawuf, seperti karya Hamzah Fansuri, Syeh Nuruddin ar-Raniri, Syeh Abdul Rauf al-Singkili, dan Syeh Yusuf al-Makassari. Tidak sedikit pula yang membahas tentang studi al-Quran, tafsir, qiraah dan hadis. Misalnya Syeh Nawawi Banten dengan tafsir Marah Labib dan kitab Al-Adzkar. Ada pula Syeh Mahfudz Termas dengan Ghunyah at-Thalabah fi Syarh ath-Thayyibah, al-Badr al Munir fi Qiraah Ibn Katsir dan karya-karyanya yang lain. Sebagian karya-karya tersebut sudah ditahqiq, dalam proses tahqiq, dan dicetak tanpa tahqiq .Sementara sebagian besar lainnya masih berupa manuskrip.[38] Padahal umumnya, karya kedua tokoh ini juga menjadi rujukan dunia Islam, tidak hanya di Indonesia.

Menilik dari sangat banyaknya khazanah klasik yang ada di Nusantara, merupakan sebuah pekerjaan besar untuk mentahqiq kitab-kitab peninggalan ulama klasik tersebut.

Pendekatan Filologis dapat dikatakan sebagai aliran utama dalam kajian keislaman modern.  Tidak sedikit sarjana barat yang melakukan kajian teks manuskrip islam, khususnya yang berbahasa arab, yang tersebar di perpustakaan-perpustakaan baik dikawasan Islam maupun Barat itu sendiri. Mereka mengumpulkan dan mengklasifikasikan teks dan manuskrip tersebut, menguji otentitas, kepengarangan, menyunting bagia-bagiang yang kabur, memberikan penjelasan dan penafsiran, dan meneliti hubungan antar teks itu sendiri. Karya filologis barat ini yang pada akhirnya menjadi bahan dan sumber utama dalam kajian-kajian keislaman modern.[39]

Meneliti agama memang tidak dapat di pisahkan dari aspek bahasa (philology), karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama di pahami,di hayati dan di sosialisasikan melalui bahasa. Penelitian agama dengan menggunakan pendekatan filologi dapat di bagi dalam tiga pendekatan. Perlu di tekankan di sini bahwa ketiga pendekatan di maksudkan tidak terpisah secara ekstrem, pendekatan bisa over lapping, saling melengkapi atau bahkan dalam sudut pandang tertentu sama.ketiga pendekatan tersebut adalah :

1.      Pendekatan filologi terhadap al-qur‟an.

Kajian filologis terhadap manuskrip Al-Qur’an tidak seperti kajian filologis terhadap teks pada umunya. Pendekatanya dimaksudkan untuk mengetahui seluk-beluk proses penyalinan teks Al-Qur’an pada masa lalu dan proses perkembangan teks Al-Qur’an pada masa lalu dan prose perkembangan teks Al-Qur’an terkait dengan rasm, tanda baca (dhabt), waqf wal ibtida’, ataupun qiraat yang digunakanya. Dari pendekatan filologis tersebut akan diketahui perkembangan khazanah ‘ulumul Qur’an beserta latar kesejarahanya yang didasarkan langsung pada sumber primer sebuah penelitian.juga untuk mengetahui keterkaitan mushaf antara satu daerah dengan daerah lainya berdasarkan ciri-ciri dan kesamaan teks, sehingga diketahui asal-usul manuskrip tersebut. Juga ada ilmu kodologi untuk untuk meneliti dari segi fisiknya misal kertasnya, tinta. Kemudian paleografi untuk menganalisis usia, bentuk-bentuk kaligrafi serta perbedaan bentuk pada masing-masing periode.[40]

Dalam perspektif filologi penyalinan Al-Qur’an ada istilah penyalinan tertutup berarti dilakukan secara ketat dan mengacu pada naskah induk, penyalin tidak mempunyai ruang untuk merubah, menambahkan, mengurangi diluar teks yang ada. Jadi dituntuk kehati-hatian yang ekstra, menyalin huruf demi huruf, kata demi kata sesempurna mungkin.[41] Filologi memang lebih memeliki kecenderungan analisis struktur kebahasaan daripada analisis rasional teks agar menjamin keutuhan analisis teks Al-Quran.[42]

2.      Pendekatan filologi terhadap hadis

Sebagaimana al-qur‟an, hadis juga banyak di teliti oleh para ahli, bahkan dapat di katakan penelitian terhadap hadis lebih banyak dilakukan di bandingkan dengan al-qur‟an.

Memahami suatu hadis sebagai salah satu sumber terpenting ajaran islam setelah al-qur‟an pasti memerlukan telaah kritis ,utuh dan menyeluruh .maka kajian akan terfokus pada matan,sanad ,dan perawi dari hadis tersebut.

3.      Pendekatan filologi terhadap teks,naskah dan kitab-kitab (heurmeneutika)

Pada mulanya pendekatan ini hanya di pahami sebagai metode untuk menafsiri teks-teks yang terdapat dalam karya sastra, kitab suci,tetapi kemudian penggunaan heurmeneutika sebagai metode penafsiran semakin luas dan berkembang ,baik dalam cara analisis nya maupun objek kajiannya.

Dalam usaha untuk mengkaji naskah- naskah lama dibutuhkan pengetahuan dan kecukupan referensi yang memadai. Oleh karena itu, diharapkan bagi pemerintah maupun instansi pendidikan pada khususnya untuk lebih mengembangkan kajian ilmu filologi serta memperbanyak sumber referensi yang terkait dengan ilmu filologi.

Pendekatan ini memang belum banyak digunakan, meskipun oleh pihak- pihak pengguna kitab-kitab klasik itu sendiri, seperti pesantren-pesantren di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan penyadaran terhadap pentingnya pendekatan filologi dalam studi Islam.

Filologi harus turut andil dalam studi Islam. Hal terpenting yang dimiliki oleh mahasiswa Muslim adalah kekayaan literatur klasik seperti sejarah, teologi, dan mistisisme. yang kesemuanya tidak mungkin dipahami tanpa bantuan filologi. Filologi berguna untuk meneliti bahasa, meneliti kajian linguistik, makna kata-kata dan ungkapan terhadap karya sastra.

Di sini, arti penting pendekatan filologis dalam lingkup kajian rekonstruksi teks adalah guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap karya-karya yang tidak mencantumkan nama pengarang dalam tulisan manuskripnya, ataupun penisbatan sebuah karya yang masih bersifat meragukan, seperti dalam kasus sebuah karya tafsir sufi yang secara meragukan dinisbatkan kepada Ibnu ‘Arabi — hanya lantaran isinya yang banyak mengungkapkan konsep wahdat al-wujûd. Di sini, pendekatan rekonstruksi teks menjadi jawaban bagi persoalan yang lekat dengan upaya penerbitan sebuah teks hasil kajian tafsir hadis dari salinan-salinan manuskripnya yang ada.

Meneliti agama memang tidak dapat di pisahkan dari aspek bahasa (philology),karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama di pahami,di hayati dan di sosialisasikan melalui bahasa. Pendekatan ini memang belum banyak digunakan, meskipun oleh pihak- pihak pengguna kitab-kitab klasik itu sendiri, seperti pesantren-pesantren di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan penyadaran terhadap pentingnya pendekatan filologi dalam studi Islam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan

Pendekatan filologi dalam pengkajian Islam sudah dikenal cukup lama. Pendekatan ini sangat populer bagi para pengkaji agama terutama ketika mengkaji naskah-naskah kuno peninggalan masa lalu. Karena obyek dari pendekatan filologi ini adalah warisan-warisan keagamaan, berupa naskah-naskah klasik dalam bentuk manuskrip. Naskah-naskah klasik itu meliputi berbagai disiplin ilmu; sejarah, teologi, hukum, mistisme dan lain-lainnya yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan belum dimanfaatkan di negara-negara muslim. Alat untuk mengetahui warisan-warisan intelektual Islam itu adalah bahasa, seperti bahasa Arab, Persia, Turki dan Urdu.[43]

Studi filologi merupakan kunci pembuka khazanah budaya lama yang terkandung dalam naskah-naskah. Karena itu, menurut Charles, studi filologi haruslah diteruskan dalam studi, karena banyak naskah yang meliputi sejarah, teologi hukum, mistik dan lain-lainnya, belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan belum dikaji oleh negara-negara Islam.

Pendekatan filologi ini memang akan mampu mengungkap corak pemikira serta isi dari suatu naskah atau suatu kandungan teks untuk kemudian ditransformasikan ke dalam bahasa konteks kekinian. Karena penekanan dalam studi filologi terletak pada analisa bahasa dengan seluruh strukturnya. Tetapi persoalannya menjadi lain manakah studi filologi ini diterapkan pada pengkajian kitab suci. Dalam hal ini, Charles memberikan ilustrasi dengan mengemukakan kajian komperasi semitik terhadap kitab suci al-Qur’an. Asumsi awalnya, bahwa al-Qur’an itu diturunkan dengan menggunakan bahasa yang serumpun dengan bahasa Semit, termasuk didalamnya kitab suci agama Yahudi, karena al-Qur’an dengan bahasa Arab yang sama serumpun dengan bahasa Semit, maka ketika ada bahasa yang sama dengan pola struktur bahasa sebelumnya akan dianggap sebagai pinjaman dari bahasa itu. Implikasi lebih jauh akan berkaitan dengan tradisi yang berlaku pada suatu masyarakat. Karena itu tidak mengherankan apabila ada asumsi bahwa sebagian bahasa al-Qur’an merupakan pinjaman dari bahasa lain yang mencerminkan tradisi dari bahasa sebelumnya. Inilah-yang menurut Charles- menjadi masalah signifikan dalam kajian yang bersifat filologi

Disamping pendekatan filologi, bagi Charles pendekatan historis juga sangat membantu dalam pengkajian Islam, terutama dalam konteks untuk mengetahui perubahan dan perkembangan. Pendekatan historis ini tidak hanya menjelaskan bagaimana suatu peristiwa terjadi, tetapi lebih dalam mencoba menguraikan hukum kausalitas dari suatu peristiwa kesejarahan. Oleh karena itu, biasanya dalam pendekatan ini, asumsi untuk membangun hipotetis adalah suatu pertanyaan mengapa dan bagaimana. Dalam hal ini-menurut Charles-esensinya adalah menggabungkan pendekatan filologi yang penekanannya pada bahasa dengan pendekatan historis yang sangat berguna untuk memahami kondisi masyarakat pada suatu masa tertentu.[44]

Melalui pendekatan historis seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empirik dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Abdurrahman, A.-Ś. (1989). Taĥqīq Nuşūş at-Turāś Fī al-Qadīm wa al-Ĥadīś. Majma‟ al-Fātiĥ li al-Jāmi‟āt.

al-Munajjad, S. (1987). Qawā’id Taĥqīq al-Makhţūţāt. Beirut: Dār al-Kitāb al-Jadīd.

Atang abd Hakim, d. J. (2017). Metodologi Studi Islam. Bandung: Penerbit Rosda.

Az-Zamakhsyari. (n.d.). Asās al-Balāgah, Juz 1. Beirut: Dār-al-Kutub „Ilmiyyah.

Baried, S. B. (1994). Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas UGM.

Chamamah Soeratno, S. (1999). “Studi Filologi: Pengertian Filologi”. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalidjaga.

Darusuprapta. (1984). Beberapa Masalah Kebahasaan dalam Penelitian Naskah Widyaparwa No. 26 Oktober. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

dkk, S. B. (1985). Pengantar Teori Filologi. Jakarta Timur: Pusat dan Pembinaan dan Pengambangan Bahasa.

et.al, U. M. (2006). Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Fathurrahman, O. ( 2015). Filologi Indonesia Teori dan Metode. Jakarta: Predana media Grup.

H.M.Fauzan. (2014). Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata. Jakarta: Prenada Media.

Istanti, K. Z. (2010). Studi Teks Sastra Melayu dan Jawa. Yogyakarta: Penerbit El Matera.

J.Adams, C. (1976). ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The Study of The Middle East; Research and Scholarship ib The Humanities an The Social Sciencesm. New York: John Wiley dan Sons.

Khalid, I. (2003). Manhaj Taĥqīq al-Makhţūţāt. Syria: Dār al-Fikr.

Lubis, N. (1996). Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif.

Nuarca, I. K. (2017). Metode Filologi Sebagai Suatu Pengantar. Denpasar: Universitas Udayana, Fakultas Ilmu Budaya,.

Rahmat, U. S. (2020). Studi Islam Kontemporer ( Multidisciplinary Approach). Yogyakarta: Pustaka Learning Center.

Saputra, K. (2008). Pengantar Filologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Slamet, A. (2016). Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman). Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Subhan Adi Santoso, M. (2020). Studi Islam Era Society 5.0. Insan Cendikia Mandiri.

Suyami. (1996). Pengembangan Model Kajian Naskah-naskah Jawa Buku III Makalah Sastra. Malang: Kongres Bahasa Jawa II 22-26 Oktober 1996 Jawa Timur Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Teams, R. M. (2019). Majalah Madrasatul Qur’an Times Edisi 4: Aku, Tentang Pahlawanku. Jombang: Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng.

Warren, R. W. (1956). Theory of Literature. New York: AHarvest Book, Harcourt, Brace and Company.

Zaidun, A. (2013). Filologi : Buku Studi Bahasa dan Sastra Arab. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

 

Penelitian kualitatif ada tahapan reduksi data. Pengumpulan, reduksi dan penarikan kesimpulan.



[1] Ahmad Zaidun, Filologi : Buku Studi Bahasa dan Sastra Arab, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2013), hlm 1.

[2] . I Ketut Nuarca, Metode Filologi Sebagai Suatu Pengantar. (Universitas Udayana, Fakultas Ilmu Budaya, 2017), hlm 7.

[3] Siti Baroroh dkk, Pengantar Teori Filologi, (Jakarta Timur: Pusat dan Pembinaan dan Pengambangan Bahasa, 1985), hlml 4

[4] Oman Fathurrahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, (Jakarta: Predana media Grup, 2015), hlm 11.

[5] Achmad Slamet , Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2016), hlm 68.

[6] Oman Fathurrahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, hlm 12.

[7] Chamamah Soeratno, Siti. 1999. “Studi Filologi: Pengertian Filologi”. (Yogyakarta:

IAIN Sunan Kalidjaga),

[8] Siti Baroroh Baried, et. al., Pengantar Teori Filologi, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), hlm. 1.

[9] Achmad Slamet, Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm 69.

[10] Karsono Saputra, Pengantar Filologi Jawa, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2008), hlm. 79.

[11] Rahmat, Umi Salamah, Studi Islam Kontemporer ( Multidisciplinary Approach) (Yogyakarta: Pustaka Learning Center, 2020), hlm 228.

[12] Az-Zamakhsyari, Asās al-Balāgah, Juz 1, ( Beirut: Dār-al-Kutub „Ilmiyyah, tth), hlm. 203.

[13] Oman Fathurrahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, hlm 13.

[14] Ibid.

[15] Rene Wellek dan Austin Warren, Theory of Literature. (New York: AHarvest Book, Harcourt, Brace and Company, 1956), hlm. 25.

[16] Siti Baroroh Baried, et.al., Pengantar Teori Filologi,  (Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas UGM. 1994), hlm. 49.

[17] Achmad Slamet, Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm 70.

[18] Siti Baroroh Baried, et.al., Pengantar Teori Filologi, hlm.2

[19] Ibid, 54

[20] Suyami, Pengembangan Model Kajian Naskah-naskah Jawa Buku III Makalah Sastra. (Malang: Kongres Bahasa Jawa II 22-26 Oktober 1996 Jawa Timur Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, 1996), hlm. 220.

[21] Darusuprapta, Beberapa Masalah Kebahasaan dalam Penelitian Naskah Widyaparwa No. 26 Oktober. (Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984), hlm. 1.

[22] Rahmat, Umi Salamah, Studi Islam Kontemporer (Multidisciplinary Approach), (Yogyakarta: Pustaka Learning Center, 2020), hlm 230.

[23] Achmad Slamet , Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm 69.

[24] Kun Zachrun Istanti, Studi Teks Sastra Melayu dan Jawa (Yogyakarta: Penerbit El Matera, 2010), hlm. 14.

[25] Rahmat, Umi Salamah, Studi Islam Kontemporer (Multidisciplinary Approach), hlm 231.

[26] Achmad Slamet, Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm 71.

[27] Atang abd Hakim, dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Penerbit Rosda, 2017), hlm 99.

[28] Achmad Slamet, Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm 74.

[29] Rahmat, Umi Salamah, Studi Islam Kontemporer (Multidisciplinary Approach), hlm 239.

[30] Achmad Slamet , Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), hlm 77.

 

[31] Nabilah Lubis, NAskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Forum Kajian Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996),  hlm. 18.

[32] Salahuddin al-Munajjad, Qawā’id Taĥqīq al-Makhţūţāt (Beirut: Dār al-Kitāb al-Jadīd, 1987), hlm. 15.

[33]  Iyad Khalid, Manhaj Taĥqīq al-Makhţūţāt (Syria: Dār al-Fikr, 2003), hlm. 19.

[34] U. Maman Kh. et.al, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 94

[35] Nabilah Lubis, Op. Cit, hlm. 2

[36] Al-Śadiq Abdurrahman, Taĥqīq Nuşūş at-Turāś Fī al-Qadīm wa al-Ĥadīś (ttp :Majma‟ al-Fātiĥ li al-Jāmi‟āt, 1989), hlm.15-16.

[37] Achmad Slamet, Buku Ajar Metodologi Studi Islam:(Kajian Metode dalam Ilmu Keislaman), 76

[38] Ibid.

[39] Subhan Adi Santoso, Muksin, Studi Islam Era Society 5.0, (Insan Cendikia Mandiri, 2020), hlm 61

 

[40] Redaksi Mq Teams, Majalah Madrasatul Qur’an Times Edisi 4: Aku, Tentang Pahlawanku, (Jombang: Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng, 2019), hal 42.

[41] Ibid, hal 43

[42] H.M.Fauzan, Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata, (Jakarta: Prenada Media, 2014), hal 119.

[43] Charles J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The Study of The Middle East; Research and Scholarship ib The Humanities an The Social Sciencesm, (New York; John Wiley dan Sons, 1976), hlm. 31

 

[44] Charles J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The

Study of The Middle East; Research and Scholarship ib The Humanities an The Social Sciences

(New York; John Wiley dan Sons, 1976), hlm. 43.

 

No comments:

Post a Comment