Monday 27 March 2017

Pendidikan Islam Zaman Umayyah dan Abbasiyah

Sejarah Pendidikan Islam
Pendidikan Islam Zaman Umayyah dan Abbasiyah

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Ust.Taufiq Rizki Sista, M.Pd.I



Oleh:
Shofwan Almuzani
Mukti Tri Atmaja
Rasuluddin




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
1438/2017


BAB I

PENDAHULUAN

   A.    Latar Belakang
Pendidikan pada zaman ini sangatlah mengkhawatirkan, dimana pendidikan dewasa ini telah meninggalkan nilai-nilai dan prinsip-prinsipnya yang sesuai dengan pendidikan yang telah diajarkan oleh islam. Sejatinya pendidikan islam adlaah yang telah berjasa membangun dan memajukan peradaban dunia pada masa ini. Tanpa adanya temuan-temuan dan ilmu-ilmu dari para ulama terdahulu maka akan mustahil terciptalah peralatan-peralatan modern.
Islam adalah sebagai agama yang universal yang memberikan pedoman hidup bagi manusia untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat, dan dalam menggapainya sangat bergantung kepada pendidikan. Oleh karena itu islam tidak dapat dipisahkan dengan pendidikannya, dimana pendidikan digunakan sebagai alat untuk mencapai ke-islaman, dan islam menjadi kerangka dasar atau pondasi pengembangan pendidikan islam.[1]
Dinasti Ummayah sebagai dinasti pertama sebagai abad ekspansi yang hanyut dengan masalah-masalah yang menyangkut tentang penakhlukan konsolidasi dan sebagai kekaisaean yang sadar akan kebutuhan-kebutuhan.
Pendidikan islam tidak dapat dilepaskan dari perjalanan sejarahnya, setelah zaman khulafau ar-rasyiddin akan dilangsungkan dengan pendidikan di zaman Ummayah, dan masa abbasiyah, hingga masa pendidikan islam di era modern.
Maka dari itu penulis ingin menjabarkan pendidikan islam pada era ummayah dan abbasiyah untuk mengetahui model pendidikan mereka dan bagaimana bisa menjadi pondasi pada pendidikan di zaman modern.





  B.    Rumusan Masalah
1.     Bagaimana sejarah kekhalifahan zaman bani ummayah dan abbasiah?
2.     Bagaimana pendidikan di zaman bani Ummayah dan abbasiyah?
3.     Bagaimana kontribusi keduanya dalam pendidikan di zaman sekarang?

  C.    Tujuan Penulisan
1.     Mengetahui sejarah kekhalifahan zaman bani ummayah dan abbasiah
2.     Menjabarkan pendidikan di zaman bani ummayah dan abbasiah
3.     Menganalisis kontribusi keduanya dalam pendidikan di zaman sekarang

                                        

BAB II
PEMBAHASAN

   A.    Sejarah Kekhalifahan Ummayah dan Abbasiah
1.     Sejarah Kekhalifahan Ummayah
Masa kekhalifahan dimulai dari masa khalifah Abu Bakar, sampai khalifah Ali bin Abi Thalib, yang disebut dengan kekhalifahan khulafau Ar-rasyiddin. Ciri-ciri pada masa ini adalah dengan betul-betul teladan menurut apa yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Mereka juga melalui proses baiat.
Seorang pemimpin tidak pernah bertindak sendirian dalam melangsungkan pemerintahannya ataupun ketikak negara menghadapi kesulitan yang sangat, mereka selalu bermusyawarah mufakat dengan pembesar-pembesar yang lainnya, sedangkan khalifahnya sesudahnya sering bersifat otoriter.
Dimasa pra islam, sebagai suku quraisy, bani Hasyim dan bani Umayyah selalu berperang dan bersaing untuk menduduki kuri pimpinan. Bani umayyah lebih berperan dalam bidang pemerintahan dan perdagangan, dengan demikian mereka lebih banyak menguasai bidang perekonomian dari pada bani hasyim. Sedangkan bani hasyim adalah keturunan yang sederhana, tetapi mereka mempunyai sebuah kebangaan, yaitu karena Rasulullah SAW diturunkan dari kalangan mereka.[2]
Dan ketika islam sudah mulai kuat oleh Rasulullah SAW maka muncullah Abu Sufyan Bin Harb, yaitu seorang keturunan umayyah yang sering menentang dan berperang melawan Rasulullah SAW sebagai pihak dari bani Hasyim, tetapi setelah islam semakin kuat dan memasuki kota makkah pihak Abu Sufyan menyerah diantaranya adalah Muawiyyah Bin Abu Sufyan.[3]
Perjalanan kekhalifahan ummayah dimulai semasa Ali Bin Abi Thalib umat islam dilanda dengan badai fitnah akibat terbunuhnya Ustman Bin Affan. Gelombang perpecahan dan penghianatan politik mewarnai dunia politik pada masa itu hingga kekhalifahan jatuh ketangan Muawiyah. Bani Umayyah adalah salah satu dari suku quraisy, keturunan Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf.[4]
Muawiyah berhasil mendirikan keKhilafahan Umayyah bukan semata-mata karena kemenangan diplomasi di siffin dan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Sejak semula Gubernur Suriah ini sudah memiliki basis rasional bagi pembangunan politiknya pada masa depan.
Dukungan yang sangat kuat dari rakyat suriah dan pemuka keluarga umayyah sendiri. Kedua, sebagai administrator Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Ketiga, Muawiyah mempunyai kemampuan yang menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm” tingkat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekah pada zaman dahulu.[5]
Setelah Khalifah Hasan Bin Ali memerintah selama 6 bulan beberapa hari, Muawiyah yang mendapatkan kekuasaan dengan tidak sah, datang menemuinya. Setelah itu, Al Hasan mengirim utusan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah, dengan syarat setelah Muawiyah mangkat, kekuasaan tersebut diserahkan kembali kepadanya. Muawiyah juga diminta agar tidak menuntut apapun dari penduduk Madinah, Hijaz dan Irak atas apa yang telah terjadi di masa pemerintahan Ayahandanya. Muawiyah juga diminta untuk membayar hutang-hutang Al Hasan.[6]
Wafatnya khalifah Ali Bin Abi Thalib dengan mudahnya memperoleh pengakuan dari umat islam sebagai khalifah ke lima pada tahun 41 H atau 661 M, selanjutnya ia membnetuk dinasti Bani umayyah 41-331 H atau 661-750 M.[7]
Dinasti Bani Umayyah berlangsung selama 90 tahun. Sedangkan ibu kota dipindahkan oleh Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur.
Para khalifah-khalifah yang memimpin diantaranya adalah sebagai berikut: Muawiyyah I Bin Abi Sufyan 41-61 H, Yazid I 61-64 H, Muawiyyah II 64-65 H, Marwan I Bin Hakam 65-66 H, Abdul Malik 66-86 H, Al-Walid I 86-97 H, Sulaiman 97-99 H, Umar II (Umar Bin Abdil Aziz) 99-102 H, Yazid II 102-106 H, Hisyam 106-126 H, Al-Walid II 126-127 H, Yazid III 127 H, Ibrahim 127 H, dan Marwan II 127-133 H.[8] Penyebaran islam pada masa ini adalah sangatlah luas menindak lanjuti penyebaran agama yang di mulai dari zaman kekhalifahan Khulafaur Ar-Rasyiddin, dengan wilayah-wilayah sebagai berikut: Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, Anaolia, Irak, Persia, Afghanistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan dengan Turkmenistan, Uzbekistan, dan kirgiztan.[9]
Sedangakan kemunduran dari Bani Umayyah sendiri adalah diakibatkan oleh beberapa sebab yang membawanya kepada kehancuran, maka sebagai berikut:
a.     System pergantian khalifah yang telah beralih dari bai’at menjadi berdasarkan keturunan.
b.     Tidak dapat dipisahkannya masalah-masalah dan koflik-konflik akibat berselisih dengan kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib.[10]
c.     Pertentangan dari suku Arabia utara (bani Qays) dan Arabia selatan (bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing.
d.     Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan Istana,
1)    Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuasaan baru yang dipelopri oleh keturunan al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib.[11]

2.     Sejarah Kekhalifahan Abbasiyah
Bani Abbasiyah dirujuk dari keturunan paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abbas Bin Abdul Muthalib, secara kronologis namanya didapatkan dari nenek moyangnya yaitu al-abbas, Ali Bin Abi Thalib, dan Nabi Muhammad SAW, sehingga ada garis keturunan dari bani Abbas dan Nabi.
Ada tiga tempat yang dijadikan pusat kegiatan kelompok Bani Abbas untuk dapat menegakkan kekuasaannya, tiga tempat itu adalah: Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Humaimah adalah kota kecil tempat dimana keluarga bani hasyim bermukim baik dari para pendukung Ali, dan pendukung keluarga Bani Abbas. Kufah adalah kota yang para penduduknya menganut aliran syi’ah para pendukung dari Ali Bin Abi Thalib yang bermusuhan secara terang-terangan dengan Bani Umayyah. Demikian dengan Khurasan yang mendukung Bani Hasyim. Setelah Ibrahim Al-imam meninggal Abu Al-abbas berpindah ke Kufah diiringi oleh para pembesar Kuffah yang lainnya. Sementara itu pimpinan Bani Umayyah yang terakhir Marwan Ibnu Muhammad dapat ditaklukkan, sehingga melarikan diri ke mesir bersama pasukannya Dan terbunuh di desa Busir pada 750 M. .[12]
Abu Abbas Al-saffah meninggal tahun 754 M, Pemerintahannya singkat hanya dalam kurun waktu empat tahun, setelah itu ia digantikan oleh saudaranya Abu Jafar Al-Mansur, dialah yang dianggap sebagai pendiri Bani Abbasiah. Pada masa pemerintahannya ibu kota Abbasiyah dipindah dari Kuffah ke Baghdad.
Dalam perkembangannya daulah Bani Abbasiyah dibagi menjadi lima periode, periode pertama (750 – 847 M) dimana para khalifah memimpin penuh, periode kedua (847-945 M) periode pengaruh turki, periode ketiga 945 – 1055 M) dimasa ini bani Abbasiyah dibawah kekuasaan Bani Buwaihi, dan periode keempat 1055-1194 M) ditandai dengan kekuasaan bani Saljuk atas Bani Abbasiyah, periode kelima 1194-1258 M) mereka merdeka dan berkuasa hanya disekitar baghdad.[13]
Al-mansur dalam mengokohkan posisinya menjalin kerja sama dengan kalangan persia, dan melengkapi struktur pemerintahannya dengan cara membentuk tentara-tentara profesional yang direkrut dari orang-orang persia, bukanlah orang arab, mengangkat mentri-mentri yang membawahi kepala-kepala departemen, dan mengangkat Muhammad Ibnu Abdul Ar-rahmah menjadi hakim tertinggi untuk memperbaiki sistem komunikasi antar wilayah dengan cara menambah fungsi jawatan pos. Upaya itu dilanjutkan dengan menarik kembali daerah-daerah yang melepaskan diri dari abbasiyah, diantaranya: benteng-benteng di asia, kota malatia, coppadocia, dan cicilia, dan wilayah borporus. Dilanjutkan oleh kekhalifahan selanjutnya Al-Mahdi, Al-Hadi, Al-Rashid, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al-Wathiq, Al-Mutawakkil. Al-Mahdi dalam peranannya dapat mengembalikan perekonomian dengan car amemperbaiki pertanian dan perdagangan, sedangkan dalam pemerintahan Harun Ar-Rashid dan putranya Al-Ma’mun merupakan puncak kejayaan daulah abbasiyah dalam bidang sains, kebudayaan, dan perekonomian. Dan didirikannya Baitu Al-Hikmah sebagai pusat studi, perpustakaan, dan riset. Karena pengaruh orang-orang turki yang ingin menguasai kekhalifahan maka khalifah Al-Mu’tadid sampai masa kekhalifahan Al-Musta’sim ibu kota berpindah ke Baghdad. Tetapi karena mengalami kemerosotan dalam politiknya pada akhirnya dapat di jatuhkan oleh tentara Hulaqu dari Mongol pda tahun 1258 M.[14]




  B.    Pendidikan di Masa Daulah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah
1.   Pendidikan di Masa Daulah Bani Umayyah
a.     Ciri-Ciri Pendidikan Bani Umayyah
Ada ciri tersendiri didalam pendidikan khalifah Umayyah adalah sebagai berikut:[15]
1)    Bersifat Arab
Ciri utama dari pendidikan islam pada masa ini bersifat arab dan islam tulen, yang berartikan bahwasannya pengajaran masih didominasi oleh orang-orang arab, sehingga pada periode ini pengajaran dilakukan dengan membentuk halaqah-halaqah ilmiah yang diselenggarakan di masjid-masjid.
2)    Meneguhkan Dasar-dasar Agama Islam
Pada masa ini mereka menganggap bahwasannya islam adalah agama dan negara, sehingga para khalifah-khalifah mengutus ulama ke seluruh negri dan bersama tentara untuk menyiapkan dakwah islamiah, dan juga mereka mengingatkan pada para gubernur-gubernur untuk berdakwah di daerahnya masing-masing.
3)    Periotitas Pada Ilmu Naqliyah dan Bahasa
Pada masa ini pendidikan islam memperioritaskan pada ilmu-ilmu naqliyah seperti: tafsir, hadist, dan fiqih, begitupun juga ilmu bahasa seperti: nahwu sastra, dan bahasa arab.
4)    Menunjukkan Pada Bahan tertulis Sebagai Media Komunikasi
Pada zaman ini penulisan terbagi kepada lima bidang yaitu: penulisan surat, penulis harta, penulis tentara, penulis polisi, dan penulis hakim.
5)    Membuka jalan pengajaran bahasa asing
Ini diakibatkan interaksi orang-orang islam yang semakin meluas kepada negara-negara sekitar dan juga meluasnya kekuasaan islam sampai ke luar jazirah arab. Di masa ini penyebaran islam sudah sampai pada afrika utara, dan cina yang tidak menggunakan bahasa arab dalam kesehariannya, sehingga sangat dibutuhkan penguasaan bahasa asing tersebut.
6)    Menggunakan Surau (Kuttab) dan masjid
Pada masa pemerintahan Al-Walid Bin Abdul Malik masjid Umawiyyah yang didirikan ntara tahun 88-96 H merupakan universitas terbesar saat itu. Pada saat ini didirikan masjid zaitunah di tunisisa yang dianggap sebagai universitas tertua dan betahan sampai saat ini, pendirinya adalah Uqbah Bin Nafi’ yang menaklukan Afrika Utara pada tahun 50 H.
b.     Tujuan Pendidikan
Membentuk dan mengembangkan manusia dan insan kamil yang mana bercirikan memiliki keberanian, daya tahan saat tertimpa musibah, menaati hak dan kewajiban tetangga, mampu menjaga harga diri, kedermawanan, dan keramah tamahan, penghormatan terhadap perempuan, dan pemenuhan janji.[16]

c.     Pusat-Pusat Pendidikan Masa Umayyah
Pusat-pusat pendidikan pada masa ini tersebar di kota-kota besar seperti makkah, madinah, basrah, kuffah, damsyik, palestina, dan fistat.
1)    Madrasah Makkah
Sahabat yang pertama kali mengajar di daerah ini adalah Mu’ad Bin Jabal, dengan mengajarkan Al-Qur’an, dan Fiqih pada masa Abdul Malik Bin Marwan. Abdullah Bin Abbas hijrah ke makkah dan mengajar Tafsir, hadist, fiqih, dan sastra.[17] Adapun murid-murid yang akan menggantikan beliau kelak adalah Atak Bin bu Rabbah, Sufyan Bi nUyainah, Muslim Bin Khalid.[18]
2).  Madrasah Madinah
Pada masa khulafaur rasyiddin dipimpin oleh Umar Bin Khattab, Ali Bin Abi Thalib, Zaid Bin tsabit, dan Abdullah Bin Umar. Setelah ulama-ulama ini wafat digantikan oleh murid-murid mereka. Diantaranya adalah Sa’ad Bin Musayyab, Urwah Bin Al-Zubair Bin AL-Awwam.
3).  Madrasah Bashrah
               Ulama yang terkenal di Bashrah adalah Abu Musa AL Asy’ari seorang ahli fiqih, hadist, dan qur’an. Sedangkan Anas Bin Malik termasyhur di hadist, sedangkan dari kalangan guru yang terkenal di Bashrah adalah Hasan Al-Bashri, dan Ibnu Sirin.
4).  Madrasah Kufah
               Ulama sahabat yang tinggal di kuffah ialah ali bin abi halib dan abdullah bin mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan sedangkan Abdullah bin Ma’ud sebagai guru agama. Ibnu Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama  di Kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir.fiqih.dan banyak meriwayatkan hadist. Di antara murid-murid beliau adalah alqamah.AL-Aswad.Masruq.al-harist bin qais dan amr bin syurahbil. Madrasah ini pada perkembangan selanjutnya melahirkan Abu Hanifah. Salah seorang pendiri mazhab ahli sunnah yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.
5).  Madrasah Damsyik dan Palestina
               Setelah negri Syam menjadi bagian dari negara islam dan penduduknya banyak yang memeluk agama islam, khlaifah Umar Bin Khattab mengirimkan tiga guru agama ke negri ini, yaitu Muadz Bin Jabal, Ubadah, dan Abu Darda’.
6). Pendidikan Masjid
               Pendidikan ini adalah tempat pengembangan ilmu pengetahhuan yang bersifat keagamaan. Terdapat dua tingkatan yaitu tingkatan rendah, dan tingkatan tinggi, Al-qur’an, tafsir, hadist, fiqih, dan syariat islam.
7).  Pendidikan Badi’ah
               Tempat pembelajaran bahasa arab yang murni dan fasih. Istilah ini muncul ketika Khalifah Abdul Malik Bin Marwan memprogramkan arabisasi maka muncullah badi’ah, yaitu dusun Badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut.
8). Pendidikan Perpustakaan
               Pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan di Cordova pada masa Al-Hakim Ibn Nasir.

9).  Majelis Sastra
               Majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan, namun pada masa bani Umayyah pelaksanannya dipindahkan ke istana dan dihadiri oleh orang-orang tertentu.[19]
10).  Bamaristan
                 Rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi kedokteran. Khalid Ibn Yazid menyediakan harta untuk para sarjana yunani yang berada di mesir agar menterjemahkan seluruh buku-buku kimia dan kedokteran.[20]
11).  Madrasah Fistat (Mesir)
                 Setelah islam menyebar luas dan menjadi kuat di mesir, maka mesir menjadi pusat ilmu-ilmu agama dengan ulamanya yang pertama kali mengajar di madrasah-madrasah Fistat adalah Abdullan Bin Amr Bin Al-ash.

d.     Materi atau bahan ajar
      Diantara ilmu-ilmu yang berkembang pada masa ini adalah:[21]
1)    Ilmu agama: Al-qur’an, hadist, dan fiqih. Proses pembuuan hadist terjadi saat kekhalifahan Umar Bin Abdul Ajiz. Sedangkan ilmu fiqih berkembang pada masa pemerintahan Bani Umayyah II.
2)    Ilmu sejarah dan geografis: yaitu ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan nriwayat.
3)    Ilmu bidang bahasa: Segala pembelajaran bahasa, nahwu dan shorof.
4)    Bidang Filsafat: segala ilmu yang berasal dari asing seperti ilmu mantik, ilmu kimia, astronomi, ilmu hitung, dan kedoketeran.
5)    Perkembangan seni rupa, prestasi lukis yang gemilang, ditunjukkan dengan “Arabesque” (dekorasi orang arab). Dengan motif tanaman, atau garis-garis.
6)    Perkembangan Musik dan puisi yang terjadio ketika kekhalifahan Yazid, dia mengundang penyanyi dan musisi guna memeriahkan pesta diistana.

e.     Metode Pendidikan
      Metode yang digunakan adalah metode rihlah, dimana dapat dibuktikan ketika zaman Khalifah Umar Bin Abdul Aziz mengirimkan surat kepada ulama-ulama yang lainnya untuk menuliskan dan mengumpulan hadist. Kemudian terbagilah kelompok ulama dalam huum fiqih menjadi dua, yaitu aliran Al-Ra’yi yang mengembangkan hukum islam dengan analogi, dan aliran Ahl Al-hadist yang tidak akan berfatwa kecuali kalau tidak terdapat di dalam Al-qur’an dan Al-hadist.[22]

     
2.   Pendidikan Pada Masa Dinasti Abbasiyah
a.     Ciri-Ciri Pendidikan Bani Abbasiyah
     Adapun yang mencirikan pendidikan pada masa abbasiyah adalah bersifat non arab, tetapi lebih mendapat sentuhan-sentuhan dari berbagai penjuru daerah-daerah yang lainnya. Khususnya pada masa kekhalifahan Al-Ma’mun yaitu konsep dasar kependidikan multikultural. Penerapan konsep ini di Bayt Al-Hikmah bersifat eksternal dan umum.yaitu semua orang bebas berekspresi, terbuka, toleransi, dan kesetaraan dalam mencari ilmu. Pada khususnya penerapan sistem ini adalah dimaksudkan dengan kesetaraan dan kesederajatan atas setiap peserta didik dalam pengajarannya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:[23]
1)    Nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan setiap murid untuk belajar, memilih materi pelajaran, guru, dan halaqah-halaqah yang diikuti
2)    Murid-murid yang tidak mampu diberikan gaji dan dipenuhi setiap kebutuhan dan fasilitasnya, sehingga membantu dalam penunjangan pembelajaran.
3)    Hubungan yang harmonis bagi setiap guru, dan murid-murid.
b.     Tujuan Pendidikan Masa Bani Abbasiyah
     Tujuan pendiidkan pada masa itu tidak terlepas dari tujuan hakikat islam pada umumnya, tetapi ada sedikit tujuan yang perlu untuk disesuaikan dengan keadaan realita yang nyata. Sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut:[24]
1)      Tujuan keagamaan dan akhlak, dengan mendidik anak-anak untuk dapat membaca, dan menghafal Al-qur’an agar merek selalu berpegang teguh pada pedoman agama islam.
2)      Tujuan kemasyarakatan. Para pemuda yang menuntut ilmu diharapkan dapat mengubah masyarakat dan membawanya pada keadaan yang maju dan makmur.
3)      Cinta ilmu pengetahuan. Masyarakat pada zaman itu sangatlah gencar dalam menuntut ilmu tanpa mengharapan dunia sebagai imbalan, dan semata-mata hanya ingin memuaskan jiwa mereka dengan ilmu.
4)      Tujuan kebendaan, menuntut ilmu ini tanpa disadari yang membawa mereka kepada mendapatkan penghidupan yang layak, dan sebuah kekuasaan.

c.     Pusat-Pusat Pendidikan Dinasti Abbasiyah
          Lembaga pendidikan masa zaman Abbasiyah dapat dikategorikan sebagai berikut:
1)      Lembaga Pendidikan Sebelum Madrasah[25]
        Pertama, Maktab atau Kuttab. Iinstitut pendidikan dasar yang mengajarkan pelajaran khat, kaligrafi, al-qur’an, akidah, dan sya’ir. Kedua. Halaqah. Institut pendidikan yang setingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan dan collage. Ketiga. Majelis adalah kegiatan transmisi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti majelis al-hadist, majelis al-tadris, majelis al-munazharah, majelis al-muzakarah, majelis al-syu’ara, majelis al-adab, majelis al-fatwa.[26] Keempat. masjid. Intitusi pendidikan yang sudah ada sejak zaman nabi Muhammad SAW dan dijadikan sebagai tempat pemndidikan. Kelima. Khan. Sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama. Keenam. Ribath. Adalah tempat para sufi untuk mengasingkan diri dari kehidupan duniawi. Ketujuh rumah-rumah ulama. Ulama yang tidak diberikan kesempatan mengajar di tempat formal akan mengajar di rumah-rumah. Kedelapan toko buku dan perpustakaan. Kesembilan observatorium dan rumah sakit sebagai tempat transmisi kedokteran.
2)    Madrasah
        Bayit Al-hikmah institusi pendidikan tinggi pertama yang dibangun pada 830 M oleh khalifah Al-Makmun. Dan juga dapat terbagi ke dalam tiga tingkatan. Pertama, sekolah rendah tempat belajar bagi anak-anak, seperti kuttab, materi ajarnya: membaca alqur’an menulis, menghafal, berhitung, pokok-pokok nahwu sharaf, dan pokok-pokok agama islam.[27]

d.     Materi Pendidikan Abbasiyah
Untuk metode dan materi ajarnya adalah sperti yang sudah pernah dibahas di halaman sebelumnya, yaitu kurikulum tingkat dasar, institusinya adalah kuttab, dengan materi ajarnya membaca, menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar matematika, pelajaran sya’ir, nahwu, materi menghafal, membaca, dan menulis al-qur’an. Yang selanjutnya adalah kurikulum sedang, dan tinggi. tingkatan menengah yaitu di masjid, dan majelis sastra, dan ilmu. Materinya adalah: alqur’an, bahasa arab, fiqih, tafsir, hadist, nahwu, shorof, balaghah, mantiq, falak, kedokteran, dan musik. Dan perguruan tinggi seperti baytul hikmah, Darul ilmu. Yang terbagi kedalam dua kelompok, jurusan ilmu agama, dan jurusan ilmu hikmah.[28]

e.     Metode Pendiidkan Masa Abbasiyah
Metode pada masa ini dapat dikelompokkan kedalam tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan. Metode tulisan berupa dikte imla’, metode cerama al-sama’, metode qiroah biasanya digunakan untuk membaca. Lalu metode hafalan yang merupakan ciri khas pada masa itu, dimana peserta didik membaca berulang-ulang sampai di hafal dan dapat mengungkapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan metode tulisan dianggap sebagai metode paling penting karena berguna sekali dalam proses penggandaan buku-buku dan kitab-kitab yang ketika itu tidak terdapat mesin ketik. Disamping ketiga metode tersebut juga ditemukan metode diskusi, munaqasah debat.[29]

  C.    Kontribusi Pendidikan Umayyah dan Abbasiyah Pada Pendidikan Modern
1.   Daulah Umayyah
Pada bidang keilmuan daulah Bani Umayyah mengawalinya dengan memulai kebijakan strategis. Diaman kekhalifahan Abdul Malik Bin Marwan berhasil melakukan penertiban administrasi dengan penggunaan bahasa arab sebagai bahasa resminya. Sehingga menjadikannya sebagai bahasa resmi pemerintahan dan kenegaraan diseluruh wilayah islam yang membentang dari pegunungan Thian Shan, sampai pegunungan Pyrenees, dan bahkan pernah menjadi bahasa pengantar ilmiah resmi di dunia sampai zaman renaisance. Sehingga banyak ilmu-ilmu yang diterjemahkan kedalam bahasa arab yang mana dapat dipelajari oleh orang-orang di seluruh dunia, dan bahkan bahasa arab tetap dikenal luas di zaman modernn ini.[30]

2.     Daulah Abbasiyah
Kebangkitan dibidang pendidikan pada masa ini telah banyak diusahakan oleh para khalifah terdahulu, dengan membangun dan mendirikan tempat tempat belajar, dan lembaga-lembaga pendidikan, sehingga membuat umat islam berhasil melakukan sebuah akselerasi dari peradaban yang ada.
Pada masa permulaan perkembangan kekuasaan, islam telah memberikan kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu paper (kertas), kompas, gunpowder, penemuan alat cetak (movable types) di tiongkok pada penghujung abad ke 18 M. Dan gerakan penerjemahan yang banyak dilakukan oleh para ulama seperti: Al-Biruni (fisika), Jabir bin Hayyan (kimia), Al-Khawarizm  (Algorism), Al-kindi (filsaft), Al-farazi, Al-fargani, Al-Bitruji (Astronomi), Abu Ali Al-hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik, Ibnu Sina (Ilmu Kedokteran Modern), Ibnu Rusyd (Filsafat), dan Ibnu Khaldun (Sejarah, sosiologi). Begitulah bagaimana kontribusi dunia islam pada peradaban dunia modern tak dapat terbantahkan, dan sangat dirasakan oleh orang-orang eropa yang mendorong merekak untuk segera melepaskan diri dari masa kegelapan menuju masa renaisance.[31]


BAB III
PENUTUP

   A.    Kesimpulan
1.   Sejarah Dinasti Umayyah dan Abbasiyah
            Dinasti Bani Umayyah berlangsung selama 90 tahun. Sedangkan ibu kota dipindahkan oleh Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur.
            Para khalifah-khalifah yang memimpin diantaranya adalah sebagai berikut: Muawiyyah I Bin Abi Sufyan 41-61 H, Yazid I 61-64 H, Muawiyyah II 64-65 H, Marwan I Bin Hakam 65-66 H, Abdul Malik 66-86 H, Al-Walid I 86-97 H, Sulaiman 97-99 H, Umar II (Umar Bin Abdil Aziz) 99-102 H, Yazid II 102-106 H, Hisyam 106-126 H, Al-Walid II 126-127 H, Yazid III 127 H, Ibrahim 127 H, dan Marwan II 127-133 H. Penyebaran islam pada masa ini adalah sangatlah luas menindak lanjuti penyebaran agama yang di mulai dari zaman kekhalifahan Khulafaur Ar-Rasyiddin, dengan wilayah-wilayah sebagai berikut: Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, Anaolia, Irak, Persia, Afghanistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan dengan Turkmenistan, Uzbekistan, dan kirgiztan.
            Sedangkan dinasti Abbasiyah Abu Jafar Al-Mansur, dialah yang dianggap sebagai pendiri Bani Abbasiah. Pada masa pemerintahannya ibu kota Abbasiyah dipindah dari Kuffah ke Baghdad. . Dilanjutkan oleh kekhalifahan selanjutnya Al-Mahdi, Al-Hadi, Al-Rashid, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al-Wathiq, Al-Mutawakkil. Al-Mahdi dalam peranannya dapat mengembalikan perekonomian dengan car amemperbaiki pertanian dan perdagangan, sedangkan dalam pemerintahan Harun Ar-Rashid dan putranya Al-Ma’mun merupakan puncak kejayaan daulah abbasiyah dalam bidang sains, kebudayaan, dan perekonomian. Dan didirikannya Baitu Al-Hikmah sebagai pusat studi, perpustakaan, dan riset. Karena pengaruh orang-orang turki yang ingin menguasai kekhalifahan maka khalifah Al-Mu’tadid sampai masa kekhalifahan Al-Musta’sim ibu kota berpindah ke Baghdad.

   2.     Pendidikan di Masa Umayyah dan Abbasiyah
          Pendidikan pada masa Umayyah tersebar di kota-kota besar seperti makkah, madinah, basrah, kuffah, damsyik, palestina, dan fistat. Diantara ilmu-ilmu yang berkembang pada masa ini adalah: Ilmu agama: Al-qur’an, hadist, dan fiqih. Proses pembuuan hadist, dan fiqih. Ilmu sejarah dan geografis: yaitu ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan nriwayat. Ilmu bidang bahasa: Segala pembelajaran bahasa, nahwu dan shorof. Bidang Filsafat: segala ilmu yang berasal dari asing seperti ilmu mantik, ilmu kimia, astronomi, ilmu hitung, dan kedoketeran. Perkembangan seni rupa, prestasi lukis yang gemilang. Perkembangan Musik dan puisi.
Pendidikan pada masa Abbasiyah pendidikan terbagi dalam tingkat dasar, institusinya adalah kuttab, dengan materi ajarnya membaca, menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar matematika, pelajaran sya’ir, nahwu, materi menghafal, membaca, dan menulis al-qur’an. Yang selanjutnya adalah kurikulum sedang, dan tinggi. tingkatan menengah yaitu di masjid, dan majelis sastra, dan ilmu. Materinya adalah: alqur’an, bahasa arab, fiqih, tafsir, hadist, nahwu, shorof, balaghah, mantiq, falak, kedokteran, dan musik. Dan perguruan tinggi seperti baytul hikmah, Darul ilmu. Yang terbagi kedalam dua kelompok, jurusan ilmu agama, dan jurusan ilmu hikmah.

   3.     Kontribusi keduanya di zaman modern
Pada bidang keilmuan daulah Bani Umayyah mengawalinya dengan memulai kebijakan strategis dengan penggunaan bahasa arab sebagai bahasa resminya. Sehingga banyak ilmu-ilmu yang diterjemahkan kedalam bahasa arab yang mana dapat dipelajari oleh orang-orang di seluruh dunia, sedangkan masa Abbasiyah, permulaan perkembangan kekuasaan, islam telah memberikan kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu paper (kertas), kompas, gunpowder, penemuan alat cetak (movable types) di tiongkok pada penghujung abad ke 18 M. Dan gerakan penerjemahan yang banyak dilakukan oleh para ulama


[1]. Ahmad Masrul Anwar. “Pertumbuhan Dan Perkembangan Pendidikan Islam padaMasa Bani             Ummayah”. Jurnal Tarbiyah. V,1. No: 1 2015. Hal: 47.
[2]. Muh.Jabir. “Dinasti Umayyah di Suriah”. Jurnal Hunafa. V,4. No.3. (September 2007). Hal: 271-       280.
[3]. Ibid. Hal: 271-280.
[4]. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004). Hlm: 42.
[5]. Syafi’I Antonio, Ensiklopedi Peradadan Islam Damaskus, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2012).
      Hal: 49.
[6]. Tabloid media umat edisi 119, Rekonsiliasi Politik Hasan Bin Ali, (Jakarta Selatan: Pusat Kajian          Islam  Dan Peradaban, 2014) hal: 20
[7]. Muh.Jabir. Op. Chit. Hal: 271-280.
[8]. Op. Chit. Hal: 271-280.
[9]. Samsul munir amin, sejarah peradaban islam, (Jakarta: AMZAH, 2010) hal. 129.
[10]. Istianah, Sejarah Peradaban Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2008. Hal: 58-60
[11]. Badri Yatim, Op. Cit. hlm. 48-49.
[12]. Ali Mufrodi. 1997. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. (Jakarta: Logo Wacanan Imu). Hal:             88.
[13]. Departemen Agama Republik Indonesia. Insiklopedi Islam.I. (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,          1997) Hal: 7-9.
[14]. Muhammad Nashir. “Dakwah islam Masa Abbasiyah”. Jurnal Komunikasi Islam.ISBN 2088-             6314. V, 2. No.2. (Desember 2002). Hal: 191.
[15]. Saepul Anwar.”(Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayah).
[16]. A. Masrul Anwar. “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani                    Umayyah”. Jurnal Tarbiyah. V,1. No: 1 2015. Hal: 59.
[17] Saepul Anwar. Op.Chit.
[18]. Op.Chit.
[19]. Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2004). Cet Ke Tujuh. Hal: 96.
[20]. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Hidakarya Agung. 1992). Hal: 33.
[21]A. Masrul Anwar. Op.Chhit. Hal: 62.
[22]. Op.Chit. Hal: 64.
[23]. Sri Wahyuningsih. “Implementasi Sistem Pendidikan Islam Pada masa Daulah Abbasiyah dan             Pada Masa Sekarang”. Jurnal Kependidikan. Vol.II. No: 2. 11. 2014. Hal: 118.
[24]. Op.Chit. Hal: 64.
[25]. Serli Mahroes. “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Prespektif Sejarah Pendidikan islam”.         Jurnal Tarbiyah Vol,1. No: 12015. Hal: 91.
[26] Ibid. Hal: 92.
[27]. Serli Mahroes. Op.Chit. hal: 98.
[28]. Op.Chit. Hal: 99.
[29]. Op.chit. Hal: 100.
[30]. M Muhlisin Mufa. “Peran Umat islam dalam Peradaban Dunia”.
[31]. Ibid.


DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Syafi’I, Ensiklopedi Peradadan Islam Damaskus, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2012).
Anwar, A. Masrul. “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah”. Jurnal Tarbiyah. V,1. No: 1 2015.
.Jabir, Muh. “Dinasti Umayyah di Suriah”. Jurnal Hunafa. V,4. No.3. (September 2007).
Masrul Anwar, Ahmad. “Pertumbuhan Dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah”. Jurnal Tarbiyah. V,1. No: 1 2015.
Nashir, Muhammad. “Dakwah islam Masa Abbasiyah”. Jurnal Komunikasi Islam.ISBN 2088-6314. V, 2. No.2. (Desember 2002).
Serli Mahroes. “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Prespektif Sejarah Pendidikan islam”. Jurnal Tarbiyah Vol,1. No: 12015.
Wahyuningsih ,Sri. “Implementasi Sistem Pendidikan Islam Pada masa Daulah Abbasiyah dan Pada Masa Sekarang”. Jurnal Kependidikan. Vol.II. No: 2. 11. 2014.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004).
Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Cet Ke Tujuh. (Jakarta: Bumi Aksara. 2004).. 

No comments:

Post a Comment