Sejarah Pendidikan
Islam
Pendidikan Islam
Zaman Umayyah dan Abbasiyah
Makalah
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Ust.Taufiq Rizki Sista, M.Pd.I
Oleh:
Shofwan Almuzani
Mukti Tri Atmaja
Rasuluddin
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
1438/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
pada zaman ini sangatlah mengkhawatirkan, dimana pendidikan dewasa ini telah
meninggalkan nilai-nilai dan prinsip-prinsipnya yang sesuai dengan pendidikan
yang telah diajarkan oleh islam. Sejatinya pendidikan islam adlaah yang telah
berjasa membangun dan memajukan peradaban dunia pada masa ini. Tanpa adanya
temuan-temuan dan ilmu-ilmu dari para ulama terdahulu maka akan mustahil
terciptalah peralatan-peralatan modern.
Islam
adalah sebagai agama yang universal yang memberikan pedoman hidup bagi manusia
untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat, dan dalam menggapainya sangat
bergantung kepada pendidikan. Oleh karena itu islam tidak dapat dipisahkan
dengan pendidikannya, dimana pendidikan digunakan sebagai alat untuk mencapai
ke-islaman, dan islam menjadi kerangka dasar atau pondasi pengembangan
pendidikan islam.[1]
Dinasti
Ummayah sebagai dinasti pertama sebagai abad ekspansi yang hanyut dengan
masalah-masalah yang menyangkut tentang penakhlukan konsolidasi dan sebagai
kekaisaean yang sadar akan kebutuhan-kebutuhan.
Pendidikan
islam tidak dapat dilepaskan dari perjalanan sejarahnya, setelah zaman khulafau
ar-rasyiddin akan dilangsungkan dengan pendidikan di zaman Ummayah, dan masa
abbasiyah, hingga masa pendidikan islam di era modern.
Maka
dari itu penulis ingin menjabarkan pendidikan islam pada era ummayah dan
abbasiyah untuk mengetahui model pendidikan mereka dan bagaimana bisa menjadi
pondasi pada pendidikan di zaman modern.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah kekhalifahan zaman bani ummayah dan abbasiah?
2.
Bagaimana
pendidikan di zaman bani Ummayah dan abbasiyah?
3.
Bagaimana
kontribusi keduanya dalam pendidikan di zaman sekarang?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
sejarah kekhalifahan zaman bani ummayah dan abbasiah
2.
Menjabarkan
pendidikan di zaman bani ummayah dan abbasiah
3.
Menganalisis
kontribusi keduanya dalam pendidikan di zaman sekarang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kekhalifahan Ummayah dan Abbasiah
1.
Sejarah
Kekhalifahan Ummayah
Masa kekhalifahan dimulai dari masa khalifah Abu Bakar, sampai
khalifah Ali bin Abi Thalib, yang disebut dengan kekhalifahan khulafau
Ar-rasyiddin. Ciri-ciri pada masa ini adalah dengan betul-betul teladan menurut
apa yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Mereka juga melalui proses baiat.
Seorang pemimpin tidak pernah bertindak sendirian dalam
melangsungkan pemerintahannya ataupun ketikak negara menghadapi kesulitan yang
sangat, mereka selalu bermusyawarah mufakat dengan pembesar-pembesar yang
lainnya, sedangkan khalifahnya sesudahnya sering bersifat otoriter.
Dimasa pra islam, sebagai suku quraisy, bani Hasyim dan bani
Umayyah selalu berperang dan bersaing untuk menduduki kuri pimpinan. Bani
umayyah lebih berperan dalam bidang pemerintahan dan perdagangan, dengan
demikian mereka lebih banyak menguasai bidang perekonomian dari pada bani
hasyim. Sedangkan bani hasyim adalah keturunan yang sederhana, tetapi mereka
mempunyai sebuah kebangaan, yaitu karena Rasulullah SAW diturunkan dari
kalangan mereka.[2]
Dan ketika islam sudah mulai kuat oleh Rasulullah SAW maka
muncullah Abu Sufyan Bin Harb, yaitu seorang keturunan umayyah yang sering
menentang dan berperang melawan Rasulullah SAW sebagai pihak dari bani Hasyim,
tetapi setelah islam semakin kuat dan memasuki kota makkah pihak Abu Sufyan
menyerah diantaranya adalah Muawiyyah Bin Abu Sufyan.[3]
Perjalanan kekhalifahan ummayah dimulai semasa Ali Bin Abi Thalib
umat islam dilanda dengan badai fitnah akibat terbunuhnya Ustman Bin Affan.
Gelombang perpecahan dan penghianatan politik mewarnai dunia politik pada masa
itu hingga kekhalifahan jatuh ketangan Muawiyah. Bani Umayyah adalah salah satu
dari suku quraisy,
keturunan Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf.[4]
Muawiyah
berhasil mendirikan keKhilafahan Umayyah bukan semata-mata karena kemenangan
diplomasi di siffin dan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Sejak semula
Gubernur Suriah ini sudah memiliki basis rasional bagi pembangunan politiknya
pada masa depan.
Dukungan yang
sangat kuat dari rakyat suriah dan pemuka keluarga umayyah sendiri. Kedua,
sebagai administrator Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para
pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Ketiga, Muawiyah mempunyai
kemampuan yang menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm”
tingkat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekah pada zaman dahulu.[5]
Setelah
Khalifah Hasan Bin Ali memerintah selama 6 bulan beberapa hari, Muawiyah yang
mendapatkan kekuasaan dengan tidak sah, datang menemuinya. Setelah itu, Al
Hasan mengirim utusan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah, dengan
syarat setelah Muawiyah mangkat, kekuasaan tersebut diserahkan kembali
kepadanya. Muawiyah juga diminta agar tidak menuntut apapun dari penduduk
Madinah, Hijaz dan Irak atas apa yang telah terjadi di masa pemerintahan
Ayahandanya. Muawiyah juga diminta untuk membayar hutang-hutang Al Hasan.[6]
Wafatnya
khalifah Ali Bin Abi Thalib dengan mudahnya memperoleh pengakuan dari umat
islam sebagai khalifah ke lima pada tahun 41 H atau 661 M, selanjutnya ia
membnetuk dinasti Bani umayyah 41-331 H atau 661-750 M.[7]
Dinasti Bani
Umayyah berlangsung selama 90 tahun. Sedangkan ibu kota dipindahkan oleh
Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur.
Para
khalifah-khalifah yang memimpin diantaranya adalah sebagai berikut: Muawiyyah I
Bin Abi Sufyan 41-61 H, Yazid I 61-64 H, Muawiyyah II 64-65 H, Marwan I Bin
Hakam 65-66 H, Abdul Malik 66-86 H, Al-Walid I 86-97 H, Sulaiman 97-99 H, Umar
II (Umar Bin Abdil Aziz) 99-102 H, Yazid II 102-106 H, Hisyam 106-126 H,
Al-Walid II 126-127 H, Yazid III 127 H, Ibrahim 127 H, dan Marwan II 127-133 H.[8]
Penyebaran islam pada masa ini adalah sangatlah luas menindak lanjuti
penyebaran agama yang di mulai dari zaman kekhalifahan Khulafaur Ar-Rasyiddin,
dengan wilayah-wilayah sebagai berikut: Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria,
Palestina, Anaolia, Irak, Persia, Afghanistan, India, dan negeri-negeri yang
sekarang dinamakan dengan Turkmenistan, Uzbekistan, dan kirgiztan.[9]
Sedangakan
kemunduran dari Bani Umayyah sendiri adalah diakibatkan oleh beberapa sebab
yang membawanya kepada kehancuran, maka sebagai berikut:
a.
System pergantian khalifah yang telah beralih
dari bai’at menjadi berdasarkan keturunan.
b.
Tidak dapat dipisahkannya masalah-masalah dan
koflik-konflik akibat berselisih dengan kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib.[10]
c.
Pertentangan dari suku Arabia utara (bani Qays)
dan Arabia selatan (bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing.
d.
Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga
disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan Istana,
1)
Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan
Dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuasaan baru yang dipelopri oleh
keturunan al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib.[11]
2.
Sejarah Kekhalifahan Abbasiyah
Bani Abbasiyah
dirujuk dari keturunan paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abbas Bin Abdul Muthalib,
secara kronologis namanya didapatkan dari nenek moyangnya yaitu al-abbas, Ali
Bin Abi Thalib, dan Nabi Muhammad SAW, sehingga ada garis keturunan dari bani
Abbas dan Nabi.
Ada tiga tempat
yang dijadikan pusat kegiatan kelompok Bani Abbas untuk dapat menegakkan
kekuasaannya, tiga tempat itu adalah: Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Humaimah
adalah kota kecil tempat dimana keluarga bani hasyim bermukim baik dari para
pendukung Ali, dan pendukung keluarga Bani Abbas. Kufah adalah kota yang para
penduduknya menganut aliran syi’ah para pendukung dari Ali Bin Abi Thalib yang
bermusuhan secara terang-terangan dengan Bani Umayyah. Demikian dengan Khurasan
yang mendukung Bani Hasyim. Setelah Ibrahim Al-imam meninggal Abu Al-abbas
berpindah ke Kufah diiringi oleh para pembesar Kuffah yang lainnya. Sementara
itu pimpinan Bani Umayyah yang terakhir Marwan Ibnu Muhammad dapat ditaklukkan,
sehingga melarikan diri ke mesir bersama pasukannya Dan terbunuh di desa Busir
pada 750 M. .[12]
Abu Abbas
Al-saffah meninggal tahun 754 M, Pemerintahannya singkat hanya dalam kurun
waktu empat tahun, setelah itu ia digantikan oleh saudaranya Abu Jafar
Al-Mansur, dialah yang dianggap sebagai pendiri Bani Abbasiah. Pada masa
pemerintahannya ibu kota Abbasiyah dipindah dari Kuffah ke Baghdad.
Dalam
perkembangannya daulah Bani Abbasiyah dibagi menjadi lima periode, periode
pertama (750 – 847 M) dimana para khalifah memimpin penuh, periode kedua
(847-945 M) periode pengaruh turki, periode ketiga 945 – 1055 M) dimasa ini
bani Abbasiyah dibawah kekuasaan Bani Buwaihi, dan periode keempat 1055-1194 M)
ditandai dengan kekuasaan bani Saljuk atas Bani Abbasiyah, periode kelima
1194-1258 M) mereka merdeka dan berkuasa hanya disekitar baghdad.[13]
Al-mansur dalam mengokohkan posisinya menjalin
kerja sama dengan kalangan persia, dan melengkapi struktur pemerintahannya
dengan cara membentuk tentara-tentara profesional yang direkrut dari
orang-orang persia, bukanlah orang arab, mengangkat mentri-mentri yang membawahi
kepala-kepala departemen, dan mengangkat Muhammad Ibnu Abdul Ar-rahmah menjadi
hakim tertinggi untuk memperbaiki sistem komunikasi antar wilayah dengan cara
menambah fungsi jawatan pos. Upaya itu dilanjutkan dengan menarik kembali
daerah-daerah yang melepaskan diri dari abbasiyah, diantaranya: benteng-benteng
di asia, kota malatia, coppadocia, dan cicilia, dan wilayah borporus.
Dilanjutkan oleh kekhalifahan selanjutnya Al-Mahdi, Al-Hadi, Al-Rashid,
Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al-Wathiq, Al-Mutawakkil. Al-Mahdi dalam peranannya
dapat mengembalikan perekonomian dengan car amemperbaiki pertanian dan
perdagangan, sedangkan dalam pemerintahan Harun Ar-Rashid dan putranya
Al-Ma’mun merupakan puncak kejayaan daulah abbasiyah dalam bidang sains,
kebudayaan, dan perekonomian. Dan didirikannya Baitu Al-Hikmah sebagai pusat
studi, perpustakaan, dan riset. Karena pengaruh orang-orang turki yang ingin
menguasai kekhalifahan maka khalifah Al-Mu’tadid sampai masa kekhalifahan
Al-Musta’sim ibu kota berpindah ke Baghdad. Tetapi karena mengalami kemerosotan
dalam politiknya pada akhirnya dapat di jatuhkan oleh tentara Hulaqu dari
Mongol pda tahun 1258 M.[14]
B.
Pendidikan di Masa Daulah Bani Umayyah dan Bani
Abbasiyah
1.
Pendidikan di Masa Daulah Bani Umayyah
a.
Ciri-Ciri Pendidikan Bani Umayyah
Ada ciri
tersendiri didalam pendidikan khalifah Umayyah adalah sebagai berikut:[15]
1)
Bersifat Arab
Ciri utama dari
pendidikan islam pada masa ini bersifat arab dan islam tulen, yang berartikan
bahwasannya pengajaran masih didominasi oleh orang-orang arab, sehingga pada
periode ini pengajaran dilakukan dengan membentuk halaqah-halaqah ilmiah yang
diselenggarakan di masjid-masjid.
2)
Meneguhkan Dasar-dasar Agama Islam
Pada masa ini
mereka menganggap bahwasannya islam adalah agama dan negara, sehingga para
khalifah-khalifah mengutus ulama ke seluruh negri dan bersama tentara untuk
menyiapkan dakwah islamiah, dan juga mereka mengingatkan pada para
gubernur-gubernur untuk berdakwah di daerahnya masing-masing.
3)
Periotitas Pada Ilmu Naqliyah dan Bahasa
Pada masa ini
pendidikan islam memperioritaskan pada ilmu-ilmu naqliyah seperti: tafsir,
hadist, dan fiqih, begitupun juga ilmu bahasa seperti: nahwu sastra, dan bahasa
arab.
4)
Menunjukkan Pada Bahan tertulis Sebagai Media
Komunikasi
Pada zaman ini
penulisan terbagi kepada lima bidang yaitu: penulisan surat, penulis harta,
penulis tentara, penulis polisi, dan penulis hakim.
5)
Membuka jalan pengajaran bahasa asing
Ini diakibatkan
interaksi orang-orang islam yang semakin meluas kepada negara-negara sekitar
dan juga meluasnya kekuasaan islam sampai ke luar jazirah arab. Di masa ini
penyebaran islam sudah sampai pada afrika utara, dan cina yang tidak
menggunakan bahasa arab dalam kesehariannya, sehingga sangat dibutuhkan
penguasaan bahasa asing tersebut.
6)
Menggunakan Surau (Kuttab) dan masjid
Pada masa
pemerintahan Al-Walid Bin Abdul Malik masjid Umawiyyah yang didirikan ntara
tahun 88-96 H merupakan universitas terbesar saat itu. Pada saat ini didirikan
masjid zaitunah di tunisisa yang dianggap sebagai universitas tertua dan
betahan sampai saat ini, pendirinya adalah Uqbah Bin Nafi’ yang menaklukan
Afrika Utara pada tahun 50 H.
b.
Tujuan Pendidikan
Membentuk dan
mengembangkan manusia dan insan kamil yang mana bercirikan memiliki keberanian,
daya tahan saat tertimpa musibah, menaati hak dan kewajiban tetangga, mampu
menjaga harga diri, kedermawanan, dan keramah tamahan, penghormatan terhadap
perempuan, dan pemenuhan janji.[16]
c.
Pusat-Pusat Pendidikan Masa Umayyah
Pusat-pusat
pendidikan pada masa ini tersebar di kota-kota besar seperti makkah, madinah,
basrah, kuffah, damsyik, palestina, dan fistat.
1)
Madrasah Makkah
Sahabat yang
pertama kali mengajar di daerah ini adalah Mu’ad Bin Jabal, dengan mengajarkan
Al-Qur’an, dan Fiqih pada masa Abdul Malik Bin Marwan. Abdullah Bin Abbas
hijrah ke makkah dan mengajar Tafsir, hadist, fiqih, dan sastra.[17]
Adapun murid-murid yang akan menggantikan beliau kelak adalah Atak Bin bu
Rabbah, Sufyan Bi nUyainah, Muslim Bin Khalid.[18]
2). Madrasah Madinah
Pada masa
khulafaur rasyiddin dipimpin oleh Umar Bin Khattab, Ali Bin Abi Thalib, Zaid
Bin tsabit, dan Abdullah Bin Umar. Setelah ulama-ulama ini wafat digantikan
oleh murid-murid mereka. Diantaranya adalah Sa’ad Bin Musayyab, Urwah Bin
Al-Zubair Bin AL-Awwam.
3). Madrasah Bashrah
Ulama yang terkenal di Bashrah
adalah Abu Musa AL Asy’ari seorang ahli fiqih, hadist, dan qur’an. Sedangkan
Anas Bin Malik termasyhur di hadist, sedangkan dari kalangan guru yang terkenal
di Bashrah adalah Hasan Al-Bashri, dan Ibnu Sirin.
4). Madrasah Kufah
Ulama sahabat yang tinggal di
kuffah ialah ali bin abi halib dan abdullah bin mas’ud. Ali bin Abi Thalib
mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan sedangkan Abdullah bin Ma’ud
sebagai guru agama. Ibnu Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi
guru agama di Kufah. Beliau adalah
seorang ahli tafsir.fiqih.dan banyak meriwayatkan hadist. Di antara murid-murid
beliau adalah alqamah.AL-Aswad.Masruq.al-harist bin qais dan amr bin syurahbil.
Madrasah ini pada perkembangan selanjutnya melahirkan Abu Hanifah. Salah
seorang pendiri mazhab ahli sunnah yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam
berijtihad.
5). Madrasah Damsyik dan Palestina
Setelah negri Syam menjadi bagian
dari negara islam dan penduduknya banyak yang memeluk agama islam, khlaifah
Umar Bin Khattab mengirimkan tiga guru agama ke negri ini, yaitu Muadz Bin
Jabal, Ubadah, dan Abu Darda’.
6). Pendidikan
Masjid
Pendidikan ini adalah tempat
pengembangan ilmu pengetahhuan yang bersifat keagamaan. Terdapat dua tingkatan
yaitu tingkatan rendah, dan tingkatan tinggi, Al-qur’an, tafsir, hadist, fiqih,
dan syariat islam.
7). Pendidikan Badi’ah
Tempat pembelajaran bahasa arab
yang murni dan fasih. Istilah ini muncul ketika Khalifah Abdul Malik Bin Marwan
memprogramkan arabisasi maka muncullah badi’ah, yaitu dusun Badui di Padang
Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut.
8). Pendidikan
Perpustakaan
Pemerintah Dinasti Umayyah
mendirikan perpustakaan di Cordova pada masa Al-Hakim Ibn Nasir.
9). Majelis Sastra
Majelis khusus yang diadakan oleh
khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan, namun pada masa bani Umayyah
pelaksanannya dipindahkan ke istana dan dihadiri oleh orang-orang tertentu.[19]
10). Bamaristan
Rumah sakit tempat berobat dan
merawat orang serta tempat studi kedokteran. Khalid Ibn Yazid menyediakan harta
untuk para sarjana yunani yang berada di mesir agar menterjemahkan seluruh
buku-buku kimia dan kedokteran.[20]
11). Madrasah Fistat (Mesir)
Setelah islam menyebar luas dan
menjadi kuat di mesir, maka mesir menjadi pusat ilmu-ilmu agama dengan ulamanya
yang pertama kali mengajar di madrasah-madrasah Fistat adalah Abdullan Bin Amr
Bin Al-ash.
d.
Materi atau bahan ajar
Diantara ilmu-ilmu yang berkembang pada
masa ini adalah:[21]
1)
Ilmu agama: Al-qur’an, hadist, dan fiqih.
Proses pembuuan hadist terjadi saat kekhalifahan Umar Bin Abdul Ajiz. Sedangkan
ilmu fiqih berkembang pada masa pemerintahan Bani Umayyah II.
2)
Ilmu sejarah dan geografis: yaitu ilmu yang
membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan nriwayat.
3)
Ilmu bidang bahasa: Segala pembelajaran bahasa,
nahwu dan shorof.
4)
Bidang Filsafat: segala ilmu yang berasal dari
asing seperti ilmu mantik, ilmu kimia, astronomi, ilmu hitung, dan kedoketeran.
5)
Perkembangan seni rupa, prestasi lukis yang
gemilang, ditunjukkan dengan “Arabesque” (dekorasi orang arab). Dengan
motif tanaman, atau garis-garis.
6)
Perkembangan Musik dan puisi yang terjadio
ketika kekhalifahan Yazid, dia mengundang penyanyi dan musisi guna memeriahkan
pesta diistana.
e.
Metode Pendidikan
Metode yang digunakan adalah metode
rihlah, dimana dapat dibuktikan ketika zaman Khalifah Umar Bin Abdul Aziz
mengirimkan surat kepada ulama-ulama yang lainnya untuk menuliskan dan
mengumpulan hadist. Kemudian terbagilah kelompok ulama dalam huum fiqih menjadi
dua, yaitu aliran Al-Ra’yi yang mengembangkan hukum islam dengan analogi, dan
aliran Ahl Al-hadist yang tidak akan berfatwa kecuali kalau tidak terdapat di
dalam Al-qur’an dan Al-hadist.[22]
2.
Pendidikan Pada Masa Dinasti Abbasiyah
a.
Ciri-Ciri Pendidikan Bani Abbasiyah
Adapun yang mencirikan pendidikan pada masa
abbasiyah adalah bersifat non arab, tetapi lebih mendapat sentuhan-sentuhan
dari berbagai penjuru daerah-daerah yang lainnya. Khususnya pada masa
kekhalifahan Al-Ma’mun yaitu konsep dasar kependidikan multikultural. Penerapan
konsep ini di Bayt Al-Hikmah bersifat eksternal dan umum.yaitu semua orang
bebas berekspresi, terbuka, toleransi, dan kesetaraan dalam mencari ilmu. Pada
khususnya penerapan sistem ini adalah dimaksudkan dengan kesetaraan dan kesederajatan
atas setiap peserta didik dalam pengajarannya, sehingga dapat digambarkan
sebagai berikut:[23]
1)
Nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan setiap
murid untuk belajar, memilih materi pelajaran, guru, dan halaqah-halaqah yang
diikuti
2)
Murid-murid yang tidak mampu diberikan gaji dan
dipenuhi setiap kebutuhan dan fasilitasnya, sehingga membantu dalam penunjangan
pembelajaran.
3)
Hubungan yang harmonis bagi setiap guru, dan
murid-murid.
b.
Tujuan Pendidikan Masa Bani Abbasiyah
Tujuan pendiidkan pada masa itu tidak terlepas
dari tujuan hakikat islam pada umumnya, tetapi ada sedikit tujuan yang perlu
untuk disesuaikan dengan keadaan realita yang nyata. Sehingga dapat disimpulkan
sebagai berikut:[24]
1)
Tujuan keagamaan dan akhlak, dengan mendidik
anak-anak untuk dapat membaca, dan menghafal Al-qur’an agar merek selalu
berpegang teguh pada pedoman agama islam.
2)
Tujuan kemasyarakatan. Para pemuda yang
menuntut ilmu diharapkan dapat mengubah masyarakat dan membawanya pada keadaan
yang maju dan makmur.
3)
Cinta ilmu pengetahuan. Masyarakat pada zaman
itu sangatlah gencar dalam menuntut ilmu tanpa mengharapan dunia sebagai
imbalan, dan semata-mata hanya ingin memuaskan jiwa mereka dengan ilmu.
4)
Tujuan kebendaan, menuntut ilmu ini tanpa
disadari yang membawa mereka kepada mendapatkan penghidupan yang layak, dan
sebuah kekuasaan.
c.
Pusat-Pusat Pendidikan Dinasti Abbasiyah
Lembaga pendidikan masa zaman
Abbasiyah dapat dikategorikan sebagai berikut:
1)
Lembaga Pendidikan Sebelum Madrasah[25]
Pertama, Maktab atau Kuttab. Iinstitut
pendidikan dasar yang mengajarkan pelajaran khat, kaligrafi, al-qur’an, akidah,
dan sya’ir. Kedua. Halaqah. Institut pendidikan yang setingkat dengan
pendidikan tingkat lanjutan dan collage. Ketiga. Majelis adalah kegiatan
transmisi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti majelis al-hadist,
majelis al-tadris, majelis al-munazharah, majelis al-muzakarah, majelis
al-syu’ara, majelis al-adab, majelis al-fatwa.[26]
Keempat. masjid. Intitusi pendidikan yang sudah ada sejak zaman nabi Muhammad
SAW dan dijadikan sebagai tempat pemndidikan. Kelima. Khan. Sebagai asrama
pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama. Keenam. Ribath. Adalah
tempat para sufi untuk mengasingkan diri dari kehidupan duniawi. Ketujuh
rumah-rumah ulama. Ulama yang tidak diberikan kesempatan mengajar di tempat
formal akan mengajar di rumah-rumah. Kedelapan toko buku dan perpustakaan.
Kesembilan observatorium dan rumah sakit sebagai tempat transmisi kedokteran.
2)
Madrasah
Bayit Al-hikmah institusi pendidikan
tinggi pertama yang dibangun pada 830 M oleh khalifah Al-Makmun. Dan juga dapat
terbagi ke dalam tiga tingkatan. Pertama, sekolah rendah tempat belajar bagi
anak-anak, seperti kuttab, materi ajarnya: membaca alqur’an menulis, menghafal,
berhitung, pokok-pokok nahwu sharaf, dan pokok-pokok agama islam.[27]
d.
Materi Pendidikan Abbasiyah
Untuk metode
dan materi ajarnya adalah sperti yang sudah pernah dibahas di halaman
sebelumnya, yaitu kurikulum tingkat dasar, institusinya adalah kuttab, dengan
materi ajarnya membaca, menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar
matematika, pelajaran sya’ir, nahwu, materi menghafal, membaca, dan menulis
al-qur’an. Yang selanjutnya adalah kurikulum sedang, dan tinggi. tingkatan
menengah yaitu di masjid, dan majelis sastra, dan ilmu. Materinya adalah:
alqur’an, bahasa arab, fiqih, tafsir, hadist, nahwu, shorof, balaghah, mantiq,
falak, kedokteran, dan musik. Dan perguruan tinggi seperti baytul hikmah, Darul
ilmu. Yang terbagi kedalam dua kelompok, jurusan ilmu agama, dan jurusan ilmu
hikmah.[28]
e.
Metode Pendiidkan Masa Abbasiyah
Metode pada
masa ini dapat dikelompokkan kedalam tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
Metode tulisan berupa dikte imla’, metode cerama al-sama’, metode qiroah
biasanya digunakan untuk membaca. Lalu metode hafalan yang merupakan ciri khas
pada masa itu, dimana peserta didik membaca berulang-ulang sampai di hafal dan
dapat mengungkapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan metode tulisan
dianggap sebagai metode paling penting karena berguna sekali dalam proses
penggandaan buku-buku dan kitab-kitab yang ketika itu tidak terdapat mesin
ketik. Disamping ketiga metode tersebut juga ditemukan metode diskusi,
munaqasah debat.[29]
C.
Kontribusi Pendidikan Umayyah dan Abbasiyah
Pada Pendidikan Modern
1.
Daulah Umayyah
Pada bidang
keilmuan daulah Bani Umayyah mengawalinya dengan memulai kebijakan strategis.
Diaman kekhalifahan Abdul Malik Bin Marwan berhasil melakukan penertiban
administrasi dengan penggunaan bahasa arab sebagai bahasa resminya. Sehingga
menjadikannya sebagai bahasa resmi pemerintahan dan kenegaraan diseluruh
wilayah islam yang membentang dari pegunungan Thian Shan, sampai pegunungan
Pyrenees, dan bahkan pernah menjadi bahasa pengantar ilmiah resmi di dunia
sampai zaman renaisance. Sehingga banyak ilmu-ilmu yang diterjemahkan kedalam
bahasa arab yang mana dapat dipelajari oleh orang-orang di seluruh dunia, dan
bahkan bahasa arab tetap dikenal luas di zaman modernn ini.[30]
2.
Daulah Abbasiyah
Kebangkitan
dibidang pendidikan pada masa ini telah banyak diusahakan oleh para khalifah
terdahulu, dengan membangun dan mendirikan tempat tempat belajar, dan
lembaga-lembaga pendidikan, sehingga membuat umat islam berhasil melakukan
sebuah akselerasi dari peradaban yang ada.
Pada masa
permulaan perkembangan kekuasaan, islam telah memberikan kontribusi kepada
dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu paper (kertas), kompas, gunpowder,
penemuan alat cetak (movable types) di tiongkok pada penghujung abad ke 18 M.
Dan gerakan penerjemahan yang banyak dilakukan oleh para ulama seperti:
Al-Biruni (fisika), Jabir bin Hayyan (kimia), Al-Khawarizm (Algorism), Al-kindi (filsaft), Al-farazi,
Al-fargani, Al-Bitruji (Astronomi), Abu Ali Al-hasan bin Haythami pada bidang
teknik dan optik, Ibnu Sina (Ilmu Kedokteran Modern), Ibnu Rusyd (Filsafat),
dan Ibnu Khaldun (Sejarah, sosiologi). Begitulah bagaimana kontribusi dunia
islam pada peradaban dunia modern tak dapat terbantahkan, dan sangat dirasakan
oleh orang-orang eropa yang mendorong merekak untuk segera melepaskan diri dari
masa kegelapan menuju masa renaisance.[31]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Sejarah Dinasti Umayyah dan Abbasiyah
Dinasti Bani Umayyah berlangsung
selama 90 tahun. Sedangkan ibu kota dipindahkan oleh Muawiyyah dari Madinah ke
Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur.
Para khalifah-khalifah yang memimpin
diantaranya adalah sebagai berikut: Muawiyyah I Bin Abi Sufyan 41-61 H, Yazid I
61-64 H, Muawiyyah II 64-65 H, Marwan I Bin Hakam 65-66 H, Abdul Malik 66-86 H,
Al-Walid I 86-97 H, Sulaiman 97-99 H, Umar II (Umar Bin Abdil Aziz) 99-102 H,
Yazid II 102-106 H, Hisyam 106-126 H, Al-Walid II 126-127 H, Yazid III 127 H,
Ibrahim 127 H, dan Marwan II 127-133 H. Penyebaran islam pada masa ini adalah
sangatlah luas menindak lanjuti penyebaran agama yang di mulai dari zaman
kekhalifahan Khulafaur Ar-Rasyiddin, dengan wilayah-wilayah sebagai berikut:
Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, Anaolia, Irak, Persia,
Afghanistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan dengan
Turkmenistan, Uzbekistan, dan kirgiztan.
Sedangkan dinasti Abbasiyah Abu
Jafar Al-Mansur, dialah yang dianggap sebagai pendiri Bani Abbasiah. Pada masa
pemerintahannya ibu kota Abbasiyah dipindah dari Kuffah ke Baghdad. .
Dilanjutkan oleh kekhalifahan selanjutnya Al-Mahdi, Al-Hadi, Al-Rashid,
Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al-Wathiq, Al-Mutawakkil. Al-Mahdi dalam peranannya
dapat mengembalikan perekonomian dengan car amemperbaiki pertanian dan
perdagangan, sedangkan dalam pemerintahan Harun Ar-Rashid dan putranya
Al-Ma’mun merupakan puncak kejayaan daulah abbasiyah dalam bidang sains,
kebudayaan, dan perekonomian. Dan didirikannya Baitu Al-Hikmah sebagai pusat
studi, perpustakaan, dan riset. Karena pengaruh orang-orang turki yang ingin
menguasai kekhalifahan maka khalifah Al-Mu’tadid sampai masa kekhalifahan
Al-Musta’sim ibu kota berpindah ke Baghdad.
2.
Pendidikan di Masa Umayyah dan Abbasiyah
Pendidikan pada masa Umayyah tersebar
di kota-kota besar seperti makkah, madinah, basrah, kuffah, damsyik, palestina,
dan fistat. Diantara ilmu-ilmu yang berkembang pada masa ini adalah: Ilmu
agama: Al-qur’an, hadist, dan fiqih. Proses pembuuan hadist, dan fiqih. Ilmu
sejarah dan geografis: yaitu ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah
dan nriwayat. Ilmu bidang bahasa: Segala pembelajaran bahasa, nahwu dan shorof.
Bidang Filsafat: segala ilmu yang berasal dari asing seperti ilmu mantik, ilmu
kimia, astronomi, ilmu hitung, dan kedoketeran. Perkembangan seni rupa,
prestasi lukis yang gemilang. Perkembangan Musik dan puisi.
Pendidikan pada
masa Abbasiyah pendidikan terbagi dalam tingkat dasar, institusinya adalah
kuttab, dengan materi ajarnya membaca, menulis, tata bahasa, hadist,
prinsip-prinsip dasar matematika, pelajaran sya’ir, nahwu, materi menghafal,
membaca, dan menulis al-qur’an. Yang selanjutnya adalah kurikulum sedang, dan
tinggi. tingkatan menengah yaitu di masjid, dan majelis sastra, dan ilmu.
Materinya adalah: alqur’an, bahasa arab, fiqih, tafsir, hadist, nahwu, shorof,
balaghah, mantiq, falak, kedokteran, dan musik. Dan perguruan tinggi seperti
baytul hikmah, Darul ilmu. Yang terbagi kedalam dua kelompok, jurusan ilmu
agama, dan jurusan ilmu hikmah.
3.
Kontribusi keduanya di zaman modern
Pada bidang keilmuan daulah Bani Umayyah
mengawalinya dengan memulai kebijakan strategis dengan penggunaan bahasa arab
sebagai bahasa resminya. Sehingga banyak ilmu-ilmu yang diterjemahkan kedalam
bahasa arab yang mana dapat dipelajari oleh orang-orang di seluruh dunia,
sedangkan masa Abbasiyah, permulaan perkembangan kekuasaan, islam telah
memberikan kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu paper
(kertas), kompas, gunpowder, penemuan alat cetak (movable types) di tiongkok
pada penghujung abad ke 18 M. Dan gerakan penerjemahan yang banyak dilakukan
oleh para ulama
[1]. Ahmad Masrul Anwar. “Pertumbuhan
Dan Perkembangan Pendidikan Islam padaMasa Bani Ummayah”. Jurnal Tarbiyah.
V,1. No: 1 2015. Hal: 47.
[2]. Muh.Jabir. “Dinasti Umayyah di
Suriah”. Jurnal Hunafa. V,4. No.3. (September 2007). Hal: 271- 280.
Hal: 49.
[6]. Tabloid media umat edisi 119, Rekonsiliasi
Politik Hasan Bin Ali, (Jakarta Selatan: Pusat Kajian Islam
Dan Peradaban, 2014) hal: 20
[7]. Muh.Jabir. Op. Chit. Hal:
271-280.
[8]. Op. Chit. Hal: 271-280.
[9]. Samsul munir amin, sejarah
peradaban islam, (Jakarta: AMZAH, 2010) hal. 129.
[13]. Departemen Agama Republik
Indonesia. Insiklopedi Islam.I. (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997)
Hal: 7-9.
[14]. Muhammad Nashir. “Dakwah islam
Masa Abbasiyah”. Jurnal Komunikasi Islam.ISBN 2088- 6314. V, 2. No.2. (Desember
2002). Hal: 191.
[15]. Saepul
Anwar.”(Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayah).
[16]. A. Masrul Anwar. “Pertumbuhan
dan Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah”. Jurnal Tarbiyah.
V,1. No: 1 2015. Hal: 59.
[17] Saepul Anwar. Op.Chit.
[19]. Zuhairini. Sejarah Pendidikan
Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2004). Cet Ke Tujuh. Hal: 96.
[23]. Sri Wahyuningsih.
“Implementasi Sistem Pendidikan Islam Pada masa Daulah Abbasiyah dan Pada
Masa Sekarang”. Jurnal Kependidikan. Vol.II. No: 2. 11. 2014. Hal: 118.
[24]. Op.Chit. Hal: 64.
[25]. Serli Mahroes. “Kebangkitan
Pendidikan Bani Abbasiyah Prespektif Sejarah Pendidikan islam”. Jurnal Tarbiyah
Vol,1. No: 12015. Hal: 91.
[27]. Serli Mahroes. Op.Chit. hal:
98.
[28]. Op.Chit. Hal: 99.
[30]. M Muhlisin Mufa. “Peran Umat
islam dalam Peradaban Dunia”.
[31]. Ibid.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Syafi’I, Ensiklopedi
Peradadan Islam Damaskus, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2012).
Anwar, A. Masrul. “Pertumbuhan dan Perkembangan
Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah”. Jurnal Tarbiyah. V,1. No: 1 2015.
.Jabir,
Muh. “Dinasti Umayyah di Suriah”. Jurnal Hunafa. V,4. No.3. (September
2007).
Masrul Anwar, Ahmad. “Pertumbuhan
Dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah”. Jurnal Tarbiyah.
V,1. No: 1 2015.
Nashir, Muhammad. “Dakwah islam Masa Abbasiyah”. Jurnal
Komunikasi Islam.ISBN 2088-6314. V, 2. No.2. (Desember 2002).
Serli
Mahroes. “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Prespektif Sejarah Pendidikan
islam”. Jurnal Tarbiyah Vol,1. No: 12015.
Wahyuningsih ,Sri. “Implementasi Sistem Pendidikan Islam Pada
masa Daulah Abbasiyah dan Pada Masa Sekarang”. Jurnal Kependidikan. Vol.II.
No: 2. 11. 2014.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban
Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004).
Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Cet Ke
Tujuh. (Jakarta: Bumi Aksara. 2004)..
No comments:
Post a Comment