PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM ERA
KLASIK ZAMAN KEEMASAN
Makalah
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam Indonesia
Dosen
Pengampu: Ustadz Taufik Rizki Sista, M.Pd.
Oleh :
Syamsul Aimmah
Imadul Bilad
Irfan Wahyu Syifa
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
1438/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan Islam sesungguhnya
telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dakwah Islam yang telah
dilakukan Nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan itu pula pendidikan
Islam memiliki corak dan karakteristik yang berbeda sejalan dengan upaya
pembaharuan yang dilakukan secara terus – meneruskan pascagenerasi nabi. Pembaharuan-pembaharuan dalam islam
telah mengalami kemajuan yang sangat pesat pada zaman dinasti Umayyah dan
Abbasiyah.Namun sayang kemajuan tersebut tidak dapat dipegang erat oleh umat
islam saat ini, hingga pada akhinya kemajuan dari dunia baratlah yang kini
menjadi kiblat ilmu pengetahuan padahal mereka bersumber dari khazanah ilmu pengetahuan
dan metode berfikir islam yang rasional pada massa klasik.
Dalam makalah singkat ini, kami akan menyusuri bagaimana sistem
pendidikan pada masa klasik dan pemikiran para tokoh islam dalam
mengembangkan pendidikan islam seperti al-Ghazali dan Ibnu Maskawaih.
Kami
mengharapkan dari makalah ini dapat meningkatkan kesadaran umat islam akan
pentingnya pendidkan dan akan lahir kontribusi pemikiran mengapresiasi sosok
pemikir pada zaman klasik yang karyanya membanjiri "ladang-ladang
pengetahuan" dan menyentuh seluruh aspek keilmuan ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas kami merumuskan masalah yang akan dibahas pada makalah
ini adalah :
1. Bagaimana
pengertian pemikiran pendidikan klasik
2. Bagaimana
metode pendidikan pada era klasik
3. Bagaimana
pendapat ulama besar tentang pendidikan klasik
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan klasik
2. Untuk
mengetahui metode pendidikan pada era klasik
3. Untuk
mengetahui pendapat para ulama tentang pendidikan klasik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pemikiran Pendidikan Islam Klasik
Pendidikan
dari segi bahasa berasal dari bahasa kata dasar didik.Pendidikan sebagai kata
benda berati proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.[1]
Pendidikan
menurut istilah adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang
lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan
manusia yang ideal.[2]
Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia
mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya duniawi maupun
yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan
pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan
yang baik dan terarah.
Adapun yang dimaksud dengan
pendidikan Islam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan berikut ini:
Menurut
Prof.Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany yang dikutip oleh Mahmud dalam
buku pemikiran pendidikan islam mendefinisikan pendidikan islam sebagai
perubahan yang diinginkan dan diusahakan, baik pada tingkah laku individu pada
kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya,atau dengan cara
pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara
profesi-profesi asasi dalam masyarakat.[3]
Dr.
Muhammad Fadhil Al-Jamali memberikan pengertian pendidikan islam sebagai upaya
mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan
berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga
terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal,
perasaan, maupun perbuatan.
Pemikiran
berasal dari kata pikir yang berarti proses, cara, atau perbuatan memikir
yaaitu menggunakan akal budi untuk memuttuskan persoalan dengan
mempertimbangkan segala sesuatu secara bijaksana.
Untuk
memahami pemikiran pendidikan islam, kata islam merupakan sebagai kata kunci
yang khas pada pemikiran pendidikan.Jadi dapat didefinisikan bahwa pemikiran
pendidikan islam adalah pemikiran pendidikan yang secara khas memiliki ciri
islami.[4]
Klasik artinya kuno yang mempunyai nilai atau mutu yang diakui
dan menjadi tolok ukur kesempurnaan yang abadi; tertinggi; karya sastra yg
bernilai tinggi serta langgeng dan sering dijadikan tolok ukur atau karya
susastra zaman kuno yang bernilai kekal; termasyhur karena bersejarah.
Teori
pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, memandang bahwa pendidikan
berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan
budaya. Teori ini lebih
menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.[5]
Dari
pengertian-pengartiaan diatas penulis menyimpulkan bahwa pemikiran pendidikan
islam klasik adalah pemikiran pendidikan yang secara khas memiliki ciri islami
yang diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan
para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis yang
bertujuan untukmemelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya islam.
B.
Pendidikan Islam Pada Masa Keemasan
Masa bani Abbasiyah adalah masa keemasan
Islam, atau sering disebut dengan istilah ''The Golden Age''. Pada masa itu
umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, maupun
peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa
asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan
cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Pemerintah Bani Abbasiyah berkuasa selama 5
abad, yaitu dari tahun 750-1258 M. Pada awalnya pusat pemerintahan di kota
Kufah kemudian pindah ke Hira lalu ke Abar (Hasyimiyah) dan akhirnya ke
Baghdad.
Baghdad
adalah ibu kota pemerintah bani Abbasiyah yang paling strategis yaitu, kota ini
di bangun oleh Abu ja'far al Mansur dengan bentuk bulat, dan arsitek
pembangunan adalah Hajjaj bin Art dan Amron bin Wahdah. Baghdad menjadi kota
internasional dan disebut sebagai kota seribu malam.[6]
Ahli sejarah membagi pemerintahan bani
Abbasiyah menjadi 5 priode yang didasarkan pada kondisi politik pemerintahan.
1. Periode Pertama (tahun 750 –
847 M) Pada periode ini terdapat pengaruh persia yaitu masuknya keluarga Barmak
dalam pemerintahan bani Abbasiyah dan dalam bidang ilmu pengetahuan. Puncak
kejayaan terjadi pada periode ini yaitu ketika di pinpin oleh khalifah Harun Al
Rasyid. Semua sektor perekonomian maju, ilmu pengetehuan berkembang pesat
sehingga rakyat menjadi sejahtera.
2. Periode kedua (tahun 874 – 945 M)
Bangsa Turki yang menjadi tentara mulai mendominasi pemerintahan bani
Abbasiyah. Mereka memilih dan menentukan khalifah sesuai dengan kehendaknya.
Pada masa ini bani Abbasiyah mulai mengalami kemunduran.
3. Periode ketiga (tahun 945 – 1055
M) Pada masa bani Abbasiyah di bawah kekuasaan bani Buwaihi. Khalifah posisinya
makin lemah hanya seperti pegawai yang digaji saja karena bani Buwaihi berpaham
Syi'ah sedangkan bani Abbasiyah berpaham Sunni.
4. Periode keempat (tahun 1055 –
1199 M) Periode ini ditandai dengan masuknya bani Saljuk dalam pemerintahan
bani Abbasiyah karena telah mengalahkan bani Buwaihi. Keadaan khalifah mulai
membaik terutama bidang agama karena bani Saljuk dengan bani Abbasiyah
sama-sama sepaham Sunni.
5. Periode kelima (tahun 1199 – 1258
M) Pemerintahan bani Abbasiyah tidak berada di bawah kekuasaan siapapun tetapi
wilayah kekuasaannya hanya tinggal Baghdad dan sekitarnya. Pada tahun 1258 M,
tentara Mongol dipinpin oleh Hulagu Khan masuk kota Baghdad menghancur leburkan
kota Baghdad dan isinya, sehingga berakhirlah bani Abbasiyah. Sebenarnya zaman
keemasan bani Abbasiyah telah dimulai sejak pemerintahan pengganti Khalifah Abu
Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan mencapai puncaknya
di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid. Di masa-masa itu para Khalifah
mengembangkan berbagai jenis Kesenian, terutama kesusastraan pada khususnya,
kebudayaan pada umumnya.[7]
C. Landasan
Dasar Pendidikan Islam
Landasan
dasar pendidikan islam terdapat dalam Al-Qur’an dan hadist yaitu sebagai
berikut :
1. QS.
Al-Alaq 1-5
إِقْرَأْ بِاسْمِ
رَبِّكَ الّذي خَلَقََ خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍِ اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الأَكْرَمٍُ الّذِي عَلَّمَ بِالقَلَمِِ عَلَّمَ الإِنْسَانَ ماَلَمْ يَعْلَمْْ
Artinya :”Bacalah dengan (menyebut) nama
tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
Bacalah, dan tuhanmu lah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam.Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahui.[8]
Dari Abi Darda ia berkata: Saya mendengar
Rasulullah SAW beliau bersabda: keutamaan orang alim dibanding ahli ibadah
adalah seperti keutamaan bulan dibanding bintang-bintang, sesungguhnya para
ulama itu pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar
dan tidak pula dirham, sesungguhnya mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa
mengambil warisan itu berarti ia mengambil bagian yang sempurna”. (H.R. Abu
Daud dan Tirmidzi).
Dari riwayat Hudaifah ibnil Yaman RA
berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang tidak memperhatikan
kepentingan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka, dan barang
siapa pada waktu pagi dan petang tidak memberi nasihat bagi Allah, kitabnya,
imamnya, dan umumnya muslimin, maka ia juga tidak termasuk golongan
mereka”. (H.R. At-tabrany)
D. Guru
Pada Masa Klasik
Dalam
pendidikan Islam, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berat sekaligus
mulia. Dikatakan berat karena guru mengemban kepercayaan (amanat) yang
diberikan oleh masyarakat guna melaksanakan fungsi pendidikan yang bertanggung
jawab memantau perkembangan kepribadian anak dari segala dimensinya dan
bertanggung jawab memberikan pelayanan yang baik, membangkitkan mereka dan
mengangkat derajat mereka ke arah yang lebih baik.[9]
Peran
guru dalam pada masa klasik memiliki peran yang besar karena keberadaanya
mempunyai andil yang besar dalam sebuah pemerintah, dan bahkan guru dapat
dijadikan corong untuk menyebarkan ajaran atau aliran yang dianut oleh
penguasa.
Pranata
sosial dan guru pada masa klasik diklasifikasikan ke dalam 3 golongan yaitu:
a. Guru-guru yang mengajar sekolah kanak-kanak (mu’allim
al-kutab)
Guru sekolah kanak-kanak mempunyai status sosial
yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kualitas keilmuan mereka yang masih
terbilang dangkal.
b. Para guru yang mengajar para putera mahkota (muaddib)
Pendidik putera mahkota mempunyai status
sosial yang tinggi, bahkan tidak sedikit para ulama yang mendapat kesempatan
untuk menjadi muaddib.
c. Para guru yang memberikan pelajaran di masjid-masjid
dan sekolah-sekolah
Guru-guru dari golongan ini telah
beruntung mendapat kehormatan dan penghargaan yang tinggi di hadapan
masyarakat. Hal ini disebabkan penguasan mereka terhadap ilmu pengetahuan
yang mendalam dan berbobot.
E. Kurikulum
Pendidikan Islam Klasik 750-1350 M
Pada masa klasik, pakar pendidikan Islam
menggunakan kata al-maddah untuk pengertian kurikulum. Karena
pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang
harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu.[10]
1. Kurikulum
Pendidikan Islam Sebelum Berdirinya Madrasah
2. Kurikulum
Pendidikan Rendah
Terdapat
kesukaran ketika membatasi mata pelajaran yang membentuk kurikulum untuk semua
tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak
adanya kurikulum yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun tingkat
penghabisan, kecuali Alquran yang terdapat pada seluruh kurikulum. Kecuali, kesukaran
menbedakan di antara fase-fase pendidikan dan lamanya belajar karena tidak ada
masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk belajar pada setiap lembaga
pendidikan.
3. Kurikulum
Pendidikan Tinggi
Menurut
rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan
kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka
mengenai Al-quran dan agama. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua
jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama dan jurusan ilmu pengetahuan.[11]
2. Kurikulum
Setelah Berdirinya Madrasah
Berdirinya madrasah, pada satu sisi, merupakan
sumbangan islam bagi peradaban sesudahnya, tapi pada sisi lain membawa dampak
yang buruk bagi dunia pendidikan setelah hemegoni negara terlalu kuat terhadap
madrasah ini.
F. Metode Pendidikan Islam Klasik
Pendidikan
Islam adalah rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang
berupa kemampuan – kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sesuai dengan
nilai-nilai Islam, sehingga terjadilah perubahan pribadinya sebagai makhluk
individual, sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia
hidup. Untuk mencapai
pada pengertian pendidikan tersebut tentunya seorang pendidik memerlukan
metode-metode yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan. Adapun metode yang
digunakan dalam pendidikan klasik antara lain :
1. Metode ceramah.
2. Dialog.
3. Diskusi / tanya
jawab.
4. Metode
perumpamaan.
5. Metode kisah.
6. Metode pembiasaan.
G. Peran
Lembaga Pendidikan Islam Klasik Dalam Mencetak Ulama
Lembaga
pendidikan islam memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka transformasi
ilmu pengetahuan diantara nya lembaga yang mencetak ulama besar pada masa
klasik adalah:
1. Al-Shuffah
Ketika Nabi Saw, pindah ke Madinah,
pekerjaan pertama kali yang beliau lakukan adalah membangun masjid. Pada salah
satu bagian masjid itu beliau pergunakan secara khusus untuk mengajar para
sahabat. Ruangan itu dikenal dengan sebutan “al-Shuffah”.[13]
Menurut Prof. Muhammad Mustafa Azami yang dikutip oleh
Abuddin Nata mengatakan bahwa pendidikan al-shuffah merupakan perguruan tinggi
yang pertama kali dalam islam, karena nabi Muhammad sebagai staf pengajar
sedangkan para mahasiswanya adalah para sahabat beliau.
Bidang-bidang studi yang diajarkan di al-shuffah
adalah Alquran, tajwid, dan semua ilmu ke Islaman di samping membaca dan
menulis. Dan tujuan utama al-shuffah adalah mensucikan hati dan menerangi jiwa,
sehingga mereka dapat meningkatkan diri dari tingkatan iman ke tingkatan ihsan.
Di samping itu, perguruan tinggi al-shuffah memiliki
banyak alumni di antaranya:
a.) Abu
Hurairah
Abu Hurairah r.a. adalah nama gelar yang
diberikan Rasulullah Saw. Nama aslinya di zaman jahiliah adalah Abdus
Syamsi. Kemudian setelah masuk Islam, ia
berganti nama Abdul . Ia dapat meriwayatkan sebanyak 5.374 hadis.
b.) Abdullah
bin Umar
Abdullah bin umar adalah putra Umar bin
Khattab dan teman Hafshah istri Nabi Muhammad Saw.Ia telah meriwayatkan
sebanyak 2.630 hadis.[14]
c.) Abdullah
bin Mas’ud
Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil Al-Hadri
yang bergelar Abu Abdurrahman, termasuk
golongan sahabat besar yang dekat dengan Rasulullah Saw dan
telah meriwayatkan hadist sebanyak 848 hadist.
d.) Abdullah
bin Amr bin Ash
Abdullah bin Amr bin Ash adalah seorang
ahli fiqih yang selalu menunaikan shalat, bertobat dan beribadah. Ia
menerima hadis dari Rasulullah sebanyak 7.000 hadis.
2. Al-Azhar
Al-Azhar sebagai bukti historis monumental
dan produk peradaban Islam yang tetap eksis sampai sekarang merupakan lembagaa
tertua di dunia islam. Serta sebagai pelopor kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan.[15] Pada
awalnya al-Azhar bukan sebagai perguruan tinggi, tetapi al-Azhar merupakan
sebuah masjid yang oleh khalifah Fatimiah dijadikan sebagai pusat untuk
menyebarkan dakwah mereka. Pada masa itu pula dibangun gedung atau istana khalifah
yang berfungsi sebagai tempat untuk mengkoordinir dakwah dan membantu
penyebarluasannya. Untuk menangani hal ini, dipilih dari seorang kepala dari
para da’i yang telah memenuhi persyaratan, di antara persyaratannya ialah orang
alim dari mazhab ahlul bait. Adapun para alumni dari Universitas al-Azhar di
antaranya.
a.) Syaikh
Imam Muhammad Al-Khuraisy
b.) Syaikh
Imam Ibrahim Al-Barmawi
c.) Syaikh
Imam Muhammad Al-Maraghi
3. Madrasah
Nizhamiyah
Madrasah
Nizhamiyah merupakan satu institusi pendidikan Islam yang tersebar di seluruh
wilayah kekuasaan Saljuk. Dalam perjalanannya ternyata keberadaan Madrasah
Nizhamiyah tetap eksis dalam waktu yang lama. Hal ini dikarenakan keterlibatan
wajir Nizhamul Mulk sangat besar dengan memberikan beberapa fassilitas yang
memadai, seperti dana yang cukup besar, guru-guru yang profesional, dan
perpustakaan lengkap memuat lebih dari 6.000 jilid buku.[16]
Madrasah Nizhamiyah
berkembang sangat cepat dengan menyelenggarakan sistem pendidikan yang maju dan
paling modern di zamannya serta memiliki jaringan sekolah yang menyebar di
seluruh wilayah Islami.
Diantara
alumni madrasah Nizhamiyah yang sangat terkenal dan mengajar di almamaternya
adalah:
a.) Al-Ghazali
Beliau
dikenal sebagai seorang ahli filosof, ahli fiqih, sufi, reformer dan juga
negarawan. Al-Ghazali menulis lebih dari 400 dan risalah-risalah
b.) Al-Juwaini
Ia adalah
seorang ahli fiqih, ushul fiqih, dan ilmu kalam. Beliau terkenal dengan julukan
Imam Haramain karena pernah tinggal di dua tanah suci (makkah dan madinah).[17]
Atas
permintaan Perdana Menteri Nizhamul Mulk, Al-Juwaini kembali ke negerinya
dan mengajar di Madrasah Nizhamiyah sampai akhir hayatnya.
H. Perkembangan
Pendidikan Islam Klasik
Sejak
Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul sebagai tanda datangnya Islam sampai
sekarang telah berjalan sekitar 14 abad lamanya. Pendidikan pada periode klasik antara tahun
650-1250 M.
1. Masa Nabi Muhammad SAW (611-632 M./12 SH.-11 H.)
Pendidikan
Islam pada masa Nabi Muhammad merupakanprototype yang terus
menerus dikembangkan umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya.[18]
Nabi
Muhammad sebagai seorang yang diangkat sebagai pengajar atau pendidik
(mu’allim). Disamping itu beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan
pesan-pesan Allah yang terkandung dalam al-Qur’an. Dapat dikatakan bahwa Nabi
Muhammad adalah pengajar atau pendidik muslim pertama.[19]
Pada masa ini pendidikan Islam diartikan pembudayaan
ajaran Islam yaitu memasukkan ajaran-ajaran Islam dan menjadikannya sebagai
unsur budaya bangsa Arab dan menyatu kedalamnya. Dengan pembudayaan ajaran
Islam ke dalam sistem dan lingkungan budaya bangsa arab tersebut, maka
terbentuklah sistem budaya Islam dalam lingkungan budaya bangsa Arab. Dalam proses pembudayaan ajaan Islam ke dalam lingkungan budaya
bangsa Arab berlangsung dengan beberapa cara. Ada kalanya Islam mendatangkan
sesuatu ajaran bersifat memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada
dengan menambahkan yang baru. Ada kalanya Islam mendatangkan ajaran yang
sifatnya bertentang sama sekali dengan unsur budaya yang telah ada sebelumnya
yang sudah menjadi adat istiadat. Ada kalanya Islam mendatangkan ajarannya
bersifat meluruskan kembali nilai-nilai yang sudah ada yang praktiknya sudah
menyimpang dari ajaran aslinya.
2. Pendidikan Islam Di Masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M./12-41 H.)
Setelah
Rasulullah wafat,maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh
Abubakar, Umar bin Khattab,Usman bin affan, dan Ali ibn Abi Thalib. Sistem
pendidikan Islam pada masa khulafa al-Rasyidin dilakukan secara mandiri, tidak
dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa khalifah Umar ibn Khattab yang
turut campur dalam menambahkan kurikulum di lembaga kuttab. Para
sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan membuka majlis pendidikan
masing-masing, sehingga, pada masa Abu Bakar misalnya, lembaga pendidikan kuttab.Lembaga
pendidikan ini menjadi sangat penting sehingga para ulama berpendapat bahwa
mengajarkan al-Quran merupakan fardlu kifayah.[20]
Peserta
didik yang telah selesai mengikuti pendidikan dikuttab mereka
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih “tinggi”, yakni di masjid. Di
masjid ini, ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang
membedakan di antara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat
menengah, gurunya belum mencapai status ulama besar, sedangkan pada tingkat
tinggi, para pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam
dan integritas kesalehan dan kealiman yang diakui oleh masyarakat.
Pada
lembaga pendidikan kuttab dan masjid tingkat menengah, metode pengajaran
dilakukan secara seorang demi seorang–mungkin dalam tradisi pesantren, metode
itu biasa disebut sorogan, sedangkan pendidikan di masjid tingkat tinggi
dilakukan dalam salah satu halaqah (lingkaran) artinya
proses pembelajaran dilaksanankan dimana murid-murid melingkari gurunya.[21]
Pada
masa ini juga sudah terdapat pengajaran bahasa Arab. Dengan dikuasainya wilayah
baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab
sebagai pengantar diwilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk
Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab jika mereka
ingin belajar dan mendalami pelajaran Islam.
Pada
masa khalifah Usman kedudukan peradaban Islam tidak jauh berbeda demikian juga
pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Para sahabat
diperbolehkan dan diberi kelonggaran meninggalkan Madinah untuk mengajarkan
ilmu-ilmu yang dimiliki. Dengan tersebarnya sahabat-sahabat besar keberbagai
daerah meringankan umat Islam untuk belajar sehinggapusat pendidikan pada masa
Khulafa al-Rasyidin tidak hanya di Madinah, tetapi juga menyebar di berbagai
kota, seperti kota Makkah dan Madinah (Hijaz), kota Bashrah dan Kufah (Irak),
kota Damsyik dan Palestina (Syam), dan kota Fistat (Mesir). Di pusat-pusat
daerah inilah, pendidikan Islam berkembang secara cepat.
3. Pendidikan Islam di Masa Dinasti Umayyah (41-132 H. / 661-750 M.), dan Dinasti Abasiyah (132-656 H./750-1258 M.)
Dengan berakhirnya masa
Khulafaur Rasyidin maka mulailah kekuasaan Bani Umayyah. Pendidikan Islam
pada masa Dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa
al-Rasyidin. Ada dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan
Islam masa ini, yakni dibukanya wacana kalam (baca: disiplin teologi) yang
berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstruksi
sejarah bani Umayyah–yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang
polemik tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam tidak dapat
dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana ini dilatarbelakangi
oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah
kelompok yang memiliki paradigma berfikir secara mandiri.
Pada zaman dinasti Umayyah
dan Abbasiyah, telah adanya penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam
bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai
kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, falak, ilmu tatalaksana, dan seni bangunan.[22]
Filsafat Yunani mulai
berpengaruh dikalangan ilmuwan Muslim pada masa pemerintahan Bani Umayyah dan
mencapai puncaknya pada masa Bani Abbasiyah ketika karya-karya filosof Yunani
diterjemahkan ke dalam bahasa Syriah oleh Hunayn dan anaknya menerjemahkan dari
bahasa Syaria ke bahasa Arab.
Pengaruh
dari gerakan penerjemahan ini terlihat dalam pengembangan ilmu pengetahuan umum
yang memberikan motivasi bagi ilmuwan muslim untuk lebih banyak berkarya dalam
kemajuan pendidikan Islam, sehingga muncul ilmuwan seperti Jabir ibn Hayyan,
Al-Kindi, Al-Razi, Al-Khawarizmi, Al-Farabi, Al-Fazari, Ibnu Umar Khayyam, Ibnu
Rusyd, dan sebagainya.[23]
Melalui orang-orang kreatif,
seperti itulah pengetahuan Islam telah
melakukan investigasi dalam ilmu kedokteran, teknologi,matematika, geografi dan
bahkan sejarah.
Ada
lembaga yang dibuat pemerintah yaitu madrasah yang dalam pembuatannya itu
sendiri terdapat kepentingan-kepentingan tertentu, baik itu kepentingan mazhab
fiqih, teologi,kepentingan politik dan lain-lain.Pada masa Dinasti Bani
Abasiyah sudah muncul lembaga-lembaga pendidikan yangdi buat oleh
pemerintah, antara lain ; (1) lembaga pendidikan dasar (al-kuttab)[24], (2) lembaga pendidikan masjid (al-masjid),
(3) al-hawanit al-waraqin, (4) tempat tinggal para sarjana (manazil
al-‘ulama), (e) sanggar seni dan sastra (al-shalunat al-adabiyah),
(f) perpustakaan (dawr al-kutub wa dawr al-‘ilm), dan (g) lembaga
pendidikan sekolah (al-madrasah).
Semua ‘institusi’ itu memiliki
karakteristik tersendiri dan kajiannya masing-masing. Secara umum, seluruh
lembaga pendidikan itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkat. Pertama, tingkat
rendah yang terdiri dari kuttab. Kedua, tingkat
sekolah menengah yang mencakup masjid, dan sanggar seni, dan ilmu pengetahuan,
sebagai lanjutan pelajaran di kuttab. Ketiga, tingkat
perguruan tinggi yang meliputi masjid, madrasah, dan perpustakaan,
seperti Bait al-Hikmah di Baghdad dan Dar al-‘ulum di
Kairo.
H. Tokoh-tokoh Pemikiran
Pendidikan Islam Klasik
1. Al-Ghazali
a.) Biografi Imam Al-Ghazali
Imam Al Ghazali nama lengkapnya adalah Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i lahir 450 H
atau 1058 M di Thus, propinsi Khurasan, Persia (Iran)[25]. Dia adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal
sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Beliau berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli fikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia.[26]
Beliau berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli fikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia.[26]
Imam
Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah
atau tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat
kelahirannya.[27]
b.) Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan
Dalam pandangan Al-Ghazali yang dikutip oleh Mahmud
dalam bukunya pemikiran pendidikan islam mengatakan bahwa sentral dalam
pendidikan adalah hati sebab hati adalah esensi dari manusia.Menurutnya
subtansi manusia bukanlah terletak pada unsure-unsur yang ada pada fisiknya
melainkan berada pada hatinya sehingga pendidikan diarahkan pada pembentukan
akhlak yang mulia.[28] Tugas guru tidah hanya mencerdaskan pikiran, melainkan membimbing,
mengarahkan, meningkatkan dan menyucikan hati untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Jadi peranan guru disini tidak hanya mentransfer ilmu melainkan
mendidik.
c.) Tujuan Pendidikan Menurut Al Ghazali
Menurut Al Ghazali, puncak
kesempurnaan manusia ialah seimbangnya peran akal dan hati dalam membina ruh
manusia. Jadi sasaran inti dari pendidikan adalah kesempurnaan akhlak manusia,
dengan membina ruhnya
Secara ringkas, tujuan
pendidikan Islam menurut Al Ghazali dapat diklasifikasikan kepada tiga, yaitu :
1.( Tujuan mempelajari ilmu adalah membentuk insan kamil (
manusia sempurna) dengan tedensi mendekatkan diri kepada
Allah.[29]
2.( Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[30]
3.( Tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan Akhlakul
Karimah
d. Hakikat dan
Persyaratan Seorang Guru dalam Pandangan al-Ghazali
Pekerjaan yang
paling mulia sekaligus sebagai tugas yang paling agung. Seperti dikemukakannya
: "Makhluk yang paling mulia di muka bumi adalah manusia, dan bagian tubuh
yang paling berharga adalah hatinya. Adapun guru adalah orang yang berusaha
membimbing, meningkatkan, menyempurnakan serta menyucikan hati, hingga hati itu
menjadi dekat kepada Allah SWT. Al-Ghazali mengemukakan dalil yang didasarkan
pada ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadis diantaranya dalam QS. An-Nahl : 125.
Hakikat Guru
didalam Al-Quran adalah Allah.Tapi tidak berati bahwa manusia tidak mempunyai
tugas di dunia ini sebagai khalifah. Ditinjau dari misinya hakikaat guru adalah
mengajak kejalan Allah dengan mengajarkan ilmu pengetahuan dan menjelaskan
kebenaran yang telah diproleh kepada oranglain.[31]
Syarat pokok seorang guru, bagi Al Ghazali
adalah berilmu, tetapi tidak semua yang berilmu pantas menjadi guru. Tetapi ia
harus memenuhi kriteria-kriteria yang sangat ketat.
Menurut Al Ghazali, guru harus memiliki
sifat-sifat sbb: (1) rasa kasih sayang dan simpatik, (2) tulus ikhlas, (3)
jujur dan terpercaya, (4) Lemah lembut dalam memberikan nasihat. (4) berlapang dada, (5)
memperhatikan perbedaan individu [32](7) mengajar tuntas, tidak
kikir terhadap ilmu (8) mempunyai Idealisme.
e.) Kurikulum/Materi Pendidikan
Adapun mengenai
materi pendidikan, Al Ghazali berpendapat bahwa Al Qur’an beserta kandungannya
adalah merupakan ilmu pengetahun.
Al Ghazali membagi
isi kurikulum pendidikan Islam menurut kuantitas yang mempelajarinya kepada dua
macam, yaitu:
a. Ilmu Fardlu ‘Ain, yaitu ilmu yang harus
diketahui oleh setiap muslim yang bersumber dari kitabullah. ilmu
yang fardhu ‘ain adalah ilmu yang diperlukan untuk mengamalkan kewajiban.[33]
b. Ilmu Fardlu Kifayah, yaitu
ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian muslim saja, seperti ilmu yang
berkaitan dengan masalah duniawi misalnya ilmu hitung, kedokteran, teknik,
pertanian, industri, dan sebagainya.
2. Pemikiran Ibn
Maskawaih
a. Biografi
Ibn Maskawaih
Dalam
Ensiklopedi Islam dikatakan, Ibn Maskawaih adalah seorang ahli sejarah dan
filsafat. Disamping itu, ia
juga seorang moralis, penyair serta ahli kimia.Nama lengkapnya adalah Abu Ali
Ahmad bin Muhammad bin Yakub bin Maskawaih. Ia dilahirkan pada 330 Hijrah (941
M)] di Kota Ray (Teheran sekarang), dan wafat tahun 421 H/ 1030 M.
Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Ibnu Maskawaih hidup pada masa
pemerintahan Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaih. Puncak
prestasi atau zaman keemasan kekuasaan Bani Buwaih adalah pada masa ’Adhud Ad
Daulah yang berkuasa dari tahun 367 hingga 372 H. Pada masa inilah Ibn
Maskawaih memperoleh kepercayaan untuk menjadi bendaharawan dan pada masa ini
jugalah Ibn Maskawaih muncul sebagai seorang filosof, tabib, ilmuwan dan
pujangga.
Tetapi di samping itu, ada hal yang tidak menyenangkan hatinya, yaitu
kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Oleh karena itulah agaknya ia lalu
tertarik untuk menitik beratkan perhatiannya pada bidang etika Islam. Setelah
kematian Mu’izz, beliau telah dilantik menjadi Ketua Perpustakaan. Ini telah
membuka peluang kepada Ibnu Maskawaih untuk menambah ilmu pengetahuan karena
beliau berpeluang untuk membaca berbagai buku yang ditulis oleh para ilmuan
Islam dan Yunani. Beliau kemudian dilantik menjadi Ketua Pemegang Amanah
Khazanah yang bertanggungjawab menjaga perpustakaan Malik Adhdud Daulah.
Sehubungan
dengan itu, hasil ketekunan dan kerajinan beliau dalam mencari ilmu pengetahuan
akhirnya memberi hasil yang bernilai kepadanya. Ibnu Maskawaih telah berhasil
membina dan membuktikan ketokohannya sebagai ilmuan yang mempunyai pengetahuan
yang luas dalam berbagai bidang.
b. Tujuan Pendidikan
Corak
pemikiran pendidikan Ibn Maskawaih lebih bertedensi etis dan moral. Hal ini
terlihat dari pendapatnya mengenai tujuan pendidikan yaitu sbb:
1) Tercapainya akhlak mulia
2) Kebaikan, kebahagian, dan kesempurnaan
Menurutnya tujuan pendidikan
itu identik dengan tujuan hidup manusia maka dengan pendidikan manusia dapat
mencapai tujuannya yaitu kebaikan, kebahagian, dan kesempurnaan.[34]
c. Materi
Pendidikan
Menurut
Ibn Maskawaih yang dikutip oleh Mahmud mengatakan bahwa materi pendidikan lebih
menekankan pada materi yang bermanfaat bagi terciptanya akhlak mulia, dan
menjadikan manusia sesuai dengan esensiasinya.
Mengenai
urutan yang harus diajarkan kepada perserta didik, yang pertama adalah mengenai
kewajiban-kewajiban syariat sehingga peserta didik terbiasa melaksanakannya,
yang kedua materi yang berhubungan dengan akhlak sehingga akhlak dan kualitas
terpuji telah tertanam dalam diri anak, yang ketiga yaitu meningkatkan setahap
demi setahap pada materi ilmu lainya sehingga peserta didik mencapai tingkat
kesempurnaan.
d. Metode Pendidikan
menurut Ibn Maskawaih
1) Metode
alami (tabi’iy)
Ibn Maskawaih mengatakan bahwa ide pokok
dari metode alami ini adalah dalam pelaksanaan kerja dan proses mendidik itu
berdasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan manusia lahir batin, dan
jasmaniah dan rohaniah.
2) Nasihat dan tuntunan
Ibn Maskawaih
menyatakan supaya anak menaati syariat dan berbuat baik diperlukan nasihat dan
tuntunan.
3) Metode Hukuman
Ibn Maskawaih mengindikasikan banyak
sekali yang dapat dilalkukan dalam mendidik salah satunya jika peserta didik
tidak melaksanakan tata nilai yang telah diajarkan, mereka diberi sanksi
berbagai cara sehingga mereka kembali pada tatanan nilai yang ada.
4) Sanjungan dan pujian sebagai metode pendidikan
Menurutnya apabila
peserta didik melaksanakan syariat dan berprilaku baik dia perlu dipuji.
5) Mendidik berdasarkan asas-asas pendidikan
Menurutnya
mendidik harus berdasarkan asas-asas pendidikan yaitu asas kesiapan, keteladanan,
kebiasaan, dan pembiasaan.[35]
BAB III
KESIMPULAN
Pemikiran
pendidikan islam klasik adalah pemikiran pendidikan yang secara khas memiliki
ciri islami yang diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan
dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan
sistematis yang bertujuan untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan
waris.
Landasan
dasar pendidikan islam terdapat dalam Al-Qur’an dan hadist yaitu QS. Al-Alaq
1-5 dan QS. Al-Mujadalah
ayat 11
Dalam
pendidikan Islam, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berat sekaligus
mulia. Dikatakan berat karena guru mengemban kepercayaan (amanat) yang
diberikan oleh masyarakat guna melaksanakan fungsi pendidikan yang bertanggung
jawab memantau perkembangan kepribadian anak dari segala dimensinya dan
bertanggung jawab memberikan pelayanan yang baik.
Pada
masa klasik, pakar pendidikan Islam menggunakan kata al-maddah untuk
pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan
serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat
tertentu.
Pendidikan Islam adalah rangkaian usaha membimbing,
mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan – kemampuan dasar dan
kemampuan belajar, Lembaga pendidikan islam memiliki peranan yang sangat
penting dalam rangka transformasi ilmu pengetahuan
Sejak Nabi Muhammad diangkat
menjadi Rasul sebagai tanda datangnya Islam sampai sekarang telah berjalan sekitar
14 abad lamanya. Pendidikan pada periode klasik antara tahun
650-1250 M.
[3].
Mahmud, op.cit., hlm.24
[5]. http://kajianislamnugraha.blogspot.com/2009/12/revealing-characteristics-of
classical.html,2013, 15 April 2014
[6].
http://syafieh.blogspot.com/2014/01/perkembangan-islam-pada-masa-abbasiyah.html
[7].
Badri Yatim,
Dr. MA. Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Abbasiyah. Jakarta : PT. Grafindo
Persada, 2006.
[12]. http://makalahkomplit.blogspot.com/2012/09/perkembangan-pemikiran-pedidikan-islam.html,
21 April 2014
[19].http://kajianislamnugraha.blogspot.com/2009/12/revealing-characteristics-of
classical.html,2013, 15 April 2014
[20]. http://kajianislamnugraha.blogspot.com/2009/12/revealing-characteristics-of
classical.html,2013, 15 April 2014
[22].http://kajianislamnugraha.blogspot.com/2009/12/revealing-characteristics-of
classical.html,2013, 15 April 2014
[25].Chairul Anwar, Reformasi
Pemikiran Epistemologis Pemikiran Al-Ghazali, Fakta Pers, Bandar Lampung, 2007, hlm.1
[33]. http://makalahkomplit.blogspot.com/2012/09/perkembangan-pemikiran-pedidikan-islam.html,
21 April 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam, Rajawali
Pers, Jakarta, 2012
Abuddin
Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012.
Achmad Sarbanun, Filsafat Pendidikan Islam, Fakta Pers, Bandar Lampung, 2013.
Al-Quran
dan Terjemahan Al-hikmah,
Diponegoro, Bandung, 2005.
Badri
Yatim, Sejarah Pendidikan Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
Chairul Anwar, Reformasi Pemikiran Epistemologis Pemikiran
Al-Ghazali, Fakta Pers, Bandar Lampung, 2007.
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung,
2011.
No comments:
Post a Comment